BAB I
PENDAHULUAN
1.1 1.1 Latar Belakang
Seiring
dengan perkembangan zaman dan
teknologi, banyak manusia yang tertipu oleh daya tarik dunia ini yang
sesungguhnya. Dunia ini
hanya tempat persinggahan kita untuk sementara, sedangkan tempat kita yang abadi dan kekal adalah di
akhirat kelak. Banyak orang yang tidak percaya akan adanya akhirat sehingga
menyepelekan masalah yang satu ini, ada pula yang dikarenakan perkembangan
zaman sehingga banyak orang yang melupakan
akan akhirat.
Kondisi seperti ini akan terjadi terus menerus dan
turun temurun yang mengakibatkan rusaknya akidah-akidah Islam
yang tidak lain yang merusaknya adalah orang Islam itu sendiri. Lain juga akan
banyak generasi muda yang sebenarnya orang Islam tetapi tidak tahu bagaimana
caranya mengurus jenazah. Bahkan ada yang tidak tahu bagaimana caranya sholat
dan mengaji. Naudzubillahiminzalik.
Permasalahan
seperti diatas harus ditanggulangi sedalam mungkin dan mendapat perhatian
khusus dari keluarga dan masyarakat. Salah satu cara efektif untuk mengatasi
permasalahan diatas yaitu dengan cara mengadakan pengajian, ceramah, dan
siraman rohani dengan rutin. Siraman rohani sebenarnya sangat dibutuhkan
apalagi di zaman seperti sekarang ini yang hanya mementingkan urusan duniawi
dibandingkan akhirati. Melalui cara ini diharapkan generasi muda pada umumnya
dapat terus bersaing dengan kemajuan teknologi, tanpa melupakan norma-norma
agama.
1.2
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sikap Rasulullulah SAW
apabila ada orang yang meninggal?
2.
Bagaimana hukum sholat jenazah?
3.
Siapa sajakah orang-orang yang tidak
disholatkan jenazahnya?
4.
Bagaimana cara memandikan jenazah?
5.
Bagaimana cara mengafani jenazah?
6.
Bagaimana cara menyolatkan jenazah ?
7.
Bagaimana cara menguburkan jenazah?
1.3 1.2 Tujuan
1.
Untuk mengetahui
sikap Rasulullah SAW apabila ada orang yang meninggal.
2.
Untuk mengetahui
hukum sholat jenazah.
3.
Untuk mengetahui
orang-orang yang tidak dishalatkan jenazahnya.
4.
Untuk mengetahui
cara memandikan jenazah.
5.
Untuk mengetahui
cara mengafani jenazah.
6.
Untuk mengetahui
cara menyolatkan jenazah.
7.
Untuk mengetahui
cara menguburkan jenazah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sikap Rasulullah apabila ada orang
yang meninggal
Rasulullah SAW sangat berlaku ihsan
terhadap seseorang yang meninggal dunia. Beliau melaksanakan untuknya beberapa
urusan yang memberi manfaat bagi si mayat di dalam
kubur dan di hari kiamat. Dan Rasulullah sangat berlaku Ihsan terhadap ahli
kerabat orang yang meninggal itu istimewa kepada ahli rumah mereka sendiri dan
Rasulullah SAW berusaha memberi pelajaran tentang sesuatu yang harus kita
lakukan di dalam bermualamah dengan orang yang membelakangi dunia itu.
Rasulullah SAW berdiri dan menyuruh sahabat
bershaf-shaf di belakangnya untuk memohon ampunan-ampunan untuk si mayat dan memohon rahmat. Sesudah itu beliau beserta para
sahabat-sahabatnya pergi bersama-sama ke kuburan. Di atas kuburan mereka
berdiri untuk berdoa dan memohon tasbit dan rahmat buat si mayat itu. Kemudian sering kali Rasulullah SAW mengunjungi
kuburan dan menentukan doa-doa yang menghasilkan rahmat, ampunan, dan
kesenangan bagi ahli kubur.
Terkadang jenazah itu dibawa ke masjid untuk beliau
shalatkan. Apabila ada orang yang membawa jenazah, Rasulullah SAW, bertanya:
”apakah orang yang telah meninggal itu ada meninggalkan hutang?” jika orang
yang meninggal itu mempunyai hutang,
beliau tidak menyolatinya, beliau menyuruh para sahabat menyolatinya kemudian
di kala pembendaharaan negara telah banyak, beliau membayar hutang-hutang orang
yang meninggal itu dan menyolatinya.[1]
2.2 Hukum Shalat Jenazah
Diantara hal-hal yang disepakati
para fuqaha, ialah bahwa shalat jenazah itu, fardu kifayah, berdasarkan kepada
Perintah Rasul SAW, dan kepada sunnah yang terus menerus dilaksanakan umat
disyaratkan untuk shalat jenazah, syarat-syarat yang difardhukan untuk shalat
fardhu yaitu:suci dari hadas besar dan kecil, menghadap kiblat dan menutup
aurat.
Menurut ulama Hanajiyah dan As Syafi’iyah, kita dibolehkan mengerjakan shalat jenazah disembarang waktu, walaupun diwaktu yang dimakruhkan. Sedangkan menurut Ahmad dan Ibnul Mubarak memakruhkan kita mengerjakan shalat jenazah di waktu sedang terbit matahari sedang rembang dan sedang terbenam. Shalat jenazah mempunyai beberapa rukun yang menjadi dasar hakikatnya. Apabila salah satu rukun itu ditinggalkan, tidaklah shalat itu dipandang shalat yang sah.[2]
2.3 Orang-orang
yang tidak dishalatkan jenazahnya
Bahwa orang yang mati syahid dalam perang pada jalan
Allah SWT, tidak dilakukan shalat jenazah atasnya tetapi harus dikuburkan
dengan darah-darah dan lumuran-lumuran yang ada pada tubuhnya. Orang yang tidak
dishalatkan jenazahnya dari orang-orang islam ialah para syahid. Banyak hadis
yang menegaskan demikian. Ada hadis yang shahih yang menegaskan bahwa Nabi
Muhammad SAW menyolati untuk para syahid. Menurut ‘Uqbah Ibn Amir, Nabi SAW,
bershalat jenazah atas orang-orang yang syahid yang dikuburkan di uhud sesudah
berlalu delapan tahun.
Mengenai orang yang luka dalam
peperangan, kemudian meninggal (umpamanya di dalam rumah sakit), maka
jenazahnya dimandikan dan dishalatkan, walaupun kita pandang syahid, karena
Nabi Muhammad SAW, memandikan dan menshalatkan jenazah Sa’ad Ibn Muadz yang
meninggal sesudah beberapa hari beliau terluka. Tetapi kalau
hidup dalam keadaan
kurang jelas, walaupun masih dapat berbicara, maka
hukumnya disamakan dengan orang yang mati dalam pertempuran.
2.4 Cara Memandikan Jenazah
Apabila seorang muslim meninggal,
maka fardhu kifayah[3] atas
orang hidup menyelenggarakan 4 perkara. Kewajiban pertama yang harus
dilakukan adalah memandikan Jenazah.
Syarat wajib jenazah dimandikan
apabila:
1.
Mayat itu orang Islam,
2.
Tubuhnya
masih ada walaupun hanya sebagian yang ditemukan, misalnya karena peristiwa
kecelakaan,
3.
Tidak mati syahid (mati dalam
peperangan membela agama Allah).
Memandikan
jenazah dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:
Hendaknya mayat diletakkan
ditempat yang tinggi, seperti ranjang atau balai-balai, di
tempat yang sunyi agar tidak ada orang yang melihat selain yang memandikan, ganti
pakaian jenazah dengan pakaian basahan, seperti sarung agar lebih mudah
memandikannya, tetapi auratnya tetap tertutup.Sandarkan punggung jenazah dan
urutlah perutnya agar kotoran di dalamnya keluar,basuhlah mulut, gigi, jari,
kepala, dan janggutnya. Sisirlah rambutnya agar rapi.
Air untuk memandikannya sebaiknya air dingin, kecuali jika berhajad pada
air panas karena sangat dingin atau karena
susah menghilangkan kotoran. Baik juga memakai sabun atau sebagainya selain pembasuh yang penghabisan. Adapun air pembasuh
penghabisan sebaiknya di campur dengan kapur barus sedikit atau harum-haruman
yang lain.
Sabda Rasulullah SAW:
Dari Ibnu Abbas, ia berkata:
tatkala seorang laki-laki jatuh dari kendaraannya lalu dia meninggal sabda
beliau: “mandikanlah dia dengan air serta daun
bidara (atau dengan sesuatu yang menghilangkan daki seperti sabun).” (Riwayat bukhari muslim)
Sabda Rasulullah SAW:
Dari ‘Aisyah: “berkata Rasulullah
SAW: Barang siapa memandikan mayat dan dijaganya kepercayaan, tidak di
bukakannya kepeda orang lain apa-apa yang dilihat pada mayat itu, maka
bersihlah ia dari segala dosanya seperti keadaannya sewaku di lahirkan oleh
ibunya. Kata beliau lagi hendaklah yang mengepalainya keluarga yang terdekat
kepada mayat jika pandai memendikan mayat atau jika ia tidak pandai, maka siapa
saja yang di pandang berhak karena wara’nya atau karena amanahnya.”
(Riwayat Ahmad).
Adapun yang berhak memandikan
jenazah adalah sebagai berikut:
1.
Apabila jenazahnya laki-laki, yang
berhak memandikannya adalah
·
Kaum laki-laki,
·
Boleh wanita asalkan istri atau
mahramnya,
·
Jika sama-sama ada istri, mahram,
dan orang lain yang sejenis, yang lebih berhak memandikannya adalah istri,
·
Jika tidak ada kaum laki-laki dan
mahramnya juga tidak ada, jenazah cukup ditayamumkan saja.
2. Apabila
jenazahnya perempuan, yang berhak memandikan adalah
·
Kaum perempuan,
·
Boleh laki-laki asalkan suami atau mahramnya,
·
Jika sama-sama ada suami, mahram,
dan orang lain yang sejenis, yang lebih berhak memandikannya adalah suami,
·
Jika tidak ada kaum perempuan dan
mahramnya juga tidak ada, jenazah cukup ditayamumkan saja.
3. Apabila jenazahnya anak-anak, yang
berhak memandikan adalah
·
Kaum Laki-laki,
·
Kaum Perempuan.
2.5 Mengkafani Jenazah
Hukum mengkafani (membungkus) mayat itu adalah fardhu kifayah atas orang
yang hidup. Kafan di ambilkan dari harta si mayat sendiri jika ia meninggalkan
harta, maka kafannya wajib atas orang yang wajib memberi belanjanya ketika ia hidup. Kalau yang wajib memberi belanja itu tidak juga
mampu, hendaklah di ambilkan dari baitul-mal bila ada baitul mal, dan di
atur menurut hukum agama Islam. Jika baitul-mal tidak ada atau tidak teratur, maka wajib atas orang muslim yang mampu. [4]
Untuk mayat laki-laki tiga lapis kain, tiap-tiap lapis menutupi sekalian badannya. Cara mengkafani
mayat laki- laki:
Di amparkan sehelai-sehelai dan ditaburkan di atas tiap-tiap
lapis itu harum-haruman seperti kapur barus dan
sebagainya, lantas mayat diletakkan di atasnya sesudah diberi kapur barus dan
sebagainya. Kedua tangannya di letakkan di atas dadanya, tangan kanan di atas tangan kiri, atau kedua tangan itu di luruskan
menurut lambungnya (rusuknya).
Diriwayatkan dari ‘Aisyah: “Rasulullah SAW di kafani dengan tiga lapis kain putih bersih yang terbuat dari kapas, tidak ada
dalamnya baju dan tiada pula serban.”
Mayat perempuan sebaiknya di kafani dengan lima lembar yaitu: basahan(kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung(cadar), dan kain yang
menutupi.
Cara mengkafaninya yaitu: di pakaikan
kain basahan, baju, tutup kepala, lalu kerudung, kemudian dimasukkan kedalam
kain yang meliputi sekalian badannya. Diantara beberapa lapisan kain sebaiknya
diberi haru-haruman seperti kapur barus.[5]
Dari Laila binti Qanif, berkata:”Saya salah seorang
yang turut memendikan umi Kalsum binti Rasulullah SAW ketika wafatnya. Yang mula-mula di berikan oleh
Rasulullah kepada kami ialah kain basahan, kemudian baju, kemudian tutup
kepala, lalu kerudung, dan sesudah itu di masukkan kedalam kain yang lain (yang
menutupi sekalian badannya).” Kata Laila:”Sedang Nabi berdiri di tengah pintu
membawa kafannya, dan memberikannya kepada kami sehelai-sehelai.” (Riwayat ahmad dan Abu dawud).
2.6 Menyolatkan Jenazah
Sabda Rasulullah SAW artinya: “Sholatkanlah olehmu akan
orang-orang yang mati.” (riwayat Ibnu Majah)
“Sholatkanlah
olehmu orang yang mengucapkan lailaha illallah.” (riwayat daruquthni).
·
Syarat menyolatkan jenazah, yaitu:
1.
Syarat-syarat sholat yang lain
juga menjadi syarat sholat mayat, seperti menutup aurat, suci badan dan pakaian
menghadap ke kiblat.
2.
Sesudah mayat di mandikan dan di
kafani.
3.
Letak mayat itu di sebelah kiblat
orang yang menyolatkan, kecuali kalau sholt itu di atas kubur atau sholat gaib
·
Rukun-rukun sholat jenazah, yaitu:
1.
Niat,
2.
Takbir 4 kali dengan takbiratul ihram,
3.
Membaca Al-fatihah sesudah takbiratul ihram,
4.
Membaca sholawat atas Nabi SAW
5.
Mendo’akan mayat sesudah takbir
ketiga,
6.
Berdiri jika kuasa,
7.
Memberi salam.
·
Sunah-sunah sholat jenezah, yaitu:
1.
Mengangkat tangan pada waktu
mengucapkan takbir-takbir tersebut,
2.
Israr (merendahkan suara bacaan),
3.
Membaca a’uzu billah.
2.7 Menguburkan Jenazah
Kewajiban yang ke empat terhadap mayat ialah menanamkan (menguburkan).
Hukum menguburkan mayat adalah fardu kifayah atas yang hidup. Dalamnya kubur sekurang-kurangnya kira-kira tidak tercium
bau busuk mayat itu dari atas kubur dan tidak dapat dibongkar oleh binatang
buas, karena maksud menguburkan mayat ialah untk menjaga kehormatan mayat itu
dan menjaga kesehatan orang-orang yang ada di sekitar tempat itu.
Lubang kubur di sunatkan memekai lubang lahad[6]
kalau tanah perkuburan itu keras tetapi jika tanah perkuburan tidak keras mudah
runtuh, seperti tanah yang bercampur dengan pasir, maka lebih baik di buatkan
lubang tengah.[7]
Dari amir bin said katanya:’buatkan olehmu lubang lahat untukku, dan
pasanglah di atasku batu bata, sebagaimana di buat pada kubur Rasulullah SAW. (Riwayat Ahmad dan Muslim)
Sesampainya mayat di kubur, hendaklah di letakkan kepalanya di sisi kaki
kubur, lalu di angkat ke dalam lahat atau lubang tengah, di miringkan ke
sebelah kanannya, di hadapkan ke kiblat.[8]
Bahwasanya Abdullah bin yazid telah menyolatkan jenazah alharits, kemudian
di masukkan ke kubur dari sebelah kaki kubur, dan katanya:’ cara seperti ini
(memasukkan mayat dari kaki kubur) adalah sunah nabi (Riwayat Abu dawud).
Beberapa sunat yang bersangkutan dengan kubur.
1.
Ketika memasukkan mayat ke kubur
sunat menutup di atasnya dengan kain atau sebagainya kalau mayat itu perempuan.
Dari Ahli Kufah:”Sesungguhnya Ali bin Abi thalib telah datang kepada mereka sewaktu mereka sedang menguburkan mayat, dan telah di bentangkan kain di atas kuburannya,
lantas ‘Ali mengambil kain diatas kubur, serta berkata: Ini (tutup) hanya diperbuat untuk
mayat perempuan.” (Riwayat Baihaqi)
2.
Kubur itu sunat di tinggikan dari
tanah biasa, sekedar sejengkal agar di ketahui.
Sesungguhnya Nabi SAW telah meninggikan kubur anak beliau, ibrahim, kira-kira sejengkal
(Riwayat Baihaqi).
3.
Kubur lebih baik di datarkan dari
pada di munjungkan.
Dari Abu Al-hayyaj, dari ‘Ali, ia berkata:” Saya utus engkau
sebagaimana Rasulullah SAW telah mengutus daku, janganlah engkau biarkan arca, tetapi hendaklah engkau hapuskan, dan kubur
yang di munjungkan hendaklah engkau datarkan.” (Riwayat Muslim).
4.
Menandai kubur dengan batu atau
sebagainya di sebelah kepalanya.
Dari Muthlib
bin Abdullah, katanya:” Tatkala utsman
bin Mazh’un wafat, jenazahnya di bawa keluar lalu di kuburkan. Nabi SAW
menyuruh seorang laki-laki mengambil batu. Tetapi laki-laki itu tidak kuat membawanya. Rasululluh SAW bangkit mendekati
batu itu dan menyingsingkan kedua lengan baju beliau, kemudian batu itu di
bawa, lalu di letakkan di sebelah kepalanya
sambil bersabda: aku memberi tanda kubur saudaraku, dan aku akan
menguburkan disini siapa yang mati diantara ahliku.” (Riwayat Abu Dawud).
5.
Menaruh kerikil di atas kubur.
Dari Ja’far bin
Muhammad, dari bapaknya:”Sesungguhnya Nabi SAW telah menaruh batu kecil-kecil di atas kubur anak beliau, Ibrahim.” (Riwayat Syafi’i).
6.
Menaruh pelepah yang basah di
atas kubur. Keterangannya hadis dari Ibnu ‘Abbas yang menerangkan bahwa Nabi SAW Pernah
mengajarkan demikian.
7.
Menyiram kubur dengan air .
Dari Ja’far bin Muhammad dari bapaknya:”Sesungguhnya Nabi SAW telah menyiram kubur anak beliau Ibrahim.”(Riwayat Syafi’i).
8.
Sesudah mayat di kuburkan, di
sunatkan bagi yang mengantarkan berhenti sebentar untuk mendo’akannya.
Dari Utsman:”Nabi SAW apabila selesai menguburkan mayat, beliau berdiri lalu bersaba: Mintakanlah ampun saudaramu dan mintakanlah supaya ia berketetapan, kerena
ia sekarang ditanya.” (Riwayat Abu Dawud dan Hakim).
Larangan
yang bersangkutan dengan kubur, yaitu:
1.
Menembok
kubur,
2.
Duduk di
atasnya,
3.
Membuat
rumah di atasnya,
4.
Membuat
tulisan-tulisan diatasnya,
5.
Membuat
pemakaman menjadi masjid.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas
dapat disimpulkan bahwa semua makhluk yang bernyawa itu pasti akan
mengalami yang namanya kematian. Oleh karena itu kita semua harus mempersiapkan
bekal dari dunia ini untuk mempertanggung jawabkan di akhirat kelak. Oleh
karena itu pula kita sebagai umat islam harus saling membantu satu sama lain.
Seperti mengurus jenazah yang hukumnya fardu kifayah.
3.2 Saran
Sebagai seorang manusia biasa pastilah banyak
kesalahan-kesalahan dalam melakukan sesuatu. Karena kesempurnaan hanyalah milik
Allah swt. Untuk itu kami sebagai pembuat makalah mohon kritik dan saran yang
membangun dari dosen dan rekan-rekan
mahasiswa, agar makalah kami bisa menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi kita
semua.
Daftar Pustaka
H.Sulaiman
Rasjid, fiqh islam, cet. 20 1987.Bandung:
Sinar Baru
H.Sulaiman
Rasjid, fiqh islam, cet. 21
1988.Bandung: Sinar Baru
H.Sulaiman
Rasjid, fiqh islam, cet. 22
1989.Bandung: Sinar Baru
H.Sulaiman
Rasjid, fiqh islam, cet. 23
1990.Bandung: Sinar Baru
Ki tab Janazah putusan Majlis Tarjih
Muhammadiyah
Muqaranatul Mazahib (Muzakkirat Perguruan Tinggi Azhar) oleh Thaha
Mustafa Habib
http://krisnanto79.wordpress.com/2008/06/12/kewajiban-terhadap-jenazah/postingan
juni 12 2008.