Tuesday, October 29, 2013

Contoh penerapan komputasi

0 komentar
Contoh penerapan komputasi
Contoh penerapan komputasi modern, ada baik nya kita mengetahui jenis – jenis komputasi modern. Ada 3 jenis komputasi modern, diantaranya :
  1. Mobile computing  atau komputasi bergerak memiliki beberapa penjelasan, salah satunya komputasi bergerak merupakan kemajuan teknologi komputer sehingga dapat berkomunikasi menggunakan jaringan tanpa menggunakan kabel dan mudah dibawa atau berpindah tempat, tetapi berbeda dengan komputasi nirkabel.
  2. Grid computing, Komputasi grid menggunakan komputer yang terpisah oleh geografis, didistibusikan dan terhubung oleh jaringan untuk menyelasaikan masalah komputasi skala besar.
  3. Cloud computing, Komputasi cloud merupakan gaya komputasi yang terukur dinamis dan sumber daya virtual yang sering menyediakan layanan melalui internet. Komputasi cloud menggambarkan pelengkap baru, konsumsi dan layanan IT berbasis model dalam internet, dan biasanya melibatkan ketentuan dari keterukuran dinamis dan sumber daya virtual yang sering menyediakan layanan melalui internet.
Kita sudah mengetahui jenis – jenis yang ada pada komputasi modern. Sekarang saat nya kita mengetahui penerapan komputasi modern ini, kita ambil salah satu jenis contoh penerapannya yaitu pada jenis Cloud computing. Komputasi awan, secara cepat hadir dihadapan kita semua, sangat banyak anggota masyarakat merasa gagap, dan individu-individu yang sigap menangkap fenomena dengan cepat belajar dan memanfaatkan teknologi ini, secara signifikan mereka mendadak memiliki daya saing dan efisiensi tinggi.
Linux  adalah nama yang diberikan kepada sistem operasi komputer bertipe Unix. Linux merupakan salah satu contoh hasil pengembangan perangkat lunak bebas dan sumber terbuka utama. Seperti perangkat lunak bebas dan sumber terbuka lainnya pada umumnya, kode sumber Linux dapat dimodifikasi, digunakan dan didistribusikan kembali secara bebas oleh siapa saja. Pada April 2004 Canonical merilis distro linux bernama UBUNTU sebuah kata berasal dari bahasa afrika timur yang berarti KEMANUSIAAN Humanity. Sejak itu secara Rutin setiap enam bulan Canonical merilis Versi Linux Ubuntu sampai hari ini.

Ubuntu 11.04 Natty Narwhal, ubuntu menandai seri rilis dengan dua digit didepan mengambil tahun rilis dan dua digit selanjutnya dengan bulan rilis Ubuntu 11.04. Secara sengaja memilih nama-nama binatang sebagai kode rilis. Ubuntu 11.04 didesain oleh Tim Pengembangnya semaksimal mungkin memanfaatkan trend KOMPUTASI AWAN, fitur Ubuntu One adalah sebuah fitur untuk mempermudah pemanfaatan teknologi komputasi awan, setiap pengguna ubuntu secara langsung berhak atas penyimpanan tanpa dipungut biaya pada server ubuntu sebesar DUA Gigabyte, pengguna bebas menyimpan arsip berupa lagu/musik, gambar, video, dokumen atau arsip digital lainnya. Ubuntu 11.04 memiliki penampilan berbeda dari versi sebelumnya, setelah memutuskan melepas antar muka desktop Gnome yang telah enam tahun bersama, dengan antarmuka besutan tim ubuntu sendiri bernama UNITY meskipun tidak dapat dipungkiri, Unity tetap memiliki aroma Gnome. Penampilan Ubuntu 11.04 sangat menarik, artistik, sederhana, namun penuh kekuatan. Hampir seluruh kebutuhan dasar komputasi telah terpenuhi, peramban firefox, office suite, Libre Office-3, pemutar lagu Banshee, Pemutar video, movie Player, pengolah gambar Pinta dan ratusan aplikasi yang dibutuhkan tersedia secara tidak berbayar. Bagi yang belum mengetahui, distro Ubuntu Linux dan distro linux lainnya bisa disebut kebal virus sampai hari ini, disebabkan arsitekturnya dan pengaturan hak akses yang mumpuni. Terlebih lagi ketika dunia menuju pada era Komputasi Awan, dimana komputasi identik dengan Internet dan Internet adalah dunia tanpa batas, tanpa batas aturan, tanpa batas keamanan, tanpa batas etika dan tanpa batas estetika. Ubuntu Linux adalah pilihan cerdas dalam berkomputasi di era modern

Contoh penerapan/penggunaan Komputasi
Menurut NIST (National Institute of Standards and Technology) sendiri komputasi awan harus memenuhi 5 kriteria di bawah ini :
  1. On-demand self-service – setiap orang bisa mendaftarkan dirinya sendiri tanpa bantuan siapapun, dan menikmati layanan sesuai kebutuhan
  2. Broad network access – layanan komputasi awan bisa diakses dari manapun, dengan perangkat apapun
  3. Resource pooling – semua sumber komputasi dikumpulkan dan dipergunakan bersama-sama
  4. Rapid elasticity – setiap kebutuhan bisa dilayani secara elastik tergantung kebutuhan saat itu
  5. Measured service – semua layanan bisa diukur (dan ditagih biayanya) sesuai dengan penggunaan aktual
Keunggulan komputasi awan ini adalah efisiensi yang sangat tinggi, apalagi jika menggunakan banyak data center tersebar yang berukuran sangat besar (bisa sampai ratusan ribu server per data center).
Huawei berkomitmen untuk menyediakan aplikasi-aplikasi dan solusi-solusi infrastruktur terbaik di dunia untuk mendorong penggunaan aplikasi-aplikasi serta layanan berbasil awan. Dengan melibatkan 45 ribu orang teknisi kami yang semuanya menggunakan komputer virtual merupakan bukti kesiapan kami dalam menyediakan teknologi ini kepada pelanggan di semua industri, termasuk di Indonesia dan negara lain,” ungkap Li Wenzhi, CEO Huawei Indonesia.
Untuk memaksimalkan skalabilitas dan fleksibilitas yang dihadirkan oleh komputasi awan, Huawei memulai dengan memanfaatkan teknologi komputer awan ini di pusat penelitian dan pengembangan Huawei di Shanghai pada tahun 2009, dan hari ini, komputasi awan telah digunakan oleh lebih dari 45 ribu teknisi Huawei di seluruh dunia.
Dibandingkan dengan teknologi komputer konvensional, penggunaan komputer awan diperkirakan dapat memanfaatkan diperkirakan dapat menghemat 30 persen dibandingkan dengan investasi bisnis tradisional dan juga dapat mengurangi 73 persen konsumsi listrik, serta memaksimalkan fungsi CPU dengan peningkatan kapasitas dari 5 persen menjadi 60 persen. Waktu untuk pemasangan juga menjadi sangat efisien untuk komputasi awan yaitu dari sebelumnya tiga bulan menjadi satu minggu saja.
Para teknisi menggunakan program thin client agar bisa dengan mudah mengakses komputer virtual mereka kapan saja sehingga akan meningkatkan efisiensi kerja mereka. Berkat komputasi awan, data tidak lagi disimpan di setiap komputer melainkan pada server di pusat data awan.
Salah satu contoh penggunaan komputasi adalah dalam bidang kedokteran,yaitu dalam pencarian obat. Untuk meramalkan aktivitas sejumlah besar calon obat, seorang praktisi komputasi meniru suasana pengujian aktivitasnya di laboratorium basah dengan model-model Fisika atau Matematika (seperti: struktur 3 dimensi calon obat) sebagai pengganti bahan-bahan laboratorium tersebut. Model-model ini kemudian dinyatakan di dalam persamaan-persamaan Matematika yang kemudian diselesaikan oleh komputer dengan kapasitas dan kelajuan yang melebihi kapasitas dan kelajuan manusia. Hasilnya berupa suatu bilangan bagi tiap calon obat yang dapat dibandingkan satu dengan yang lainnya. Perbandingan ini merupakan ramalan tingkat aktivitas suatu calon obat relatif terhadap calon obat lainnya. Demikianlah cara meramalkan aktivitas calon obat dengan metode komputasi. Dengan demikian, calon-calon obat yang diramalkan akan memberikan aktivitas yang rendah dapat dihindari.

Thursday, October 24, 2013

GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI

0 komentar
GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI
1. Pengertian Geopolitik dan Geostrategi
Geopolitik secara etimologi berasal dari kata Geo(bahasa Yunani) yang berarti bumi yang menjadi wilayah hidup. Sedangkan Politik dari kata polis yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri atau negara ; dan teia yang berarti urusan (politik) bermakna kepentingan umum warga negara suatu bangsa (Sunarso, 2006: 195). Sebagai acuan bersama, geopolitik dimaknai sebagai ilmu penyelenggaraan negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa.
Geostrategi merupakan suatu strategi memanfaatkan kondisi geografi Negara dalam menentukan kebijakan, tujuan, sarana untuk mencapai tujuan nasional (pemanfaatan kondisi lingkungan dalam mewujudkan tujuan politik).
Sehinggan geopolitik dan geostrategi sangan erat kaitannya, dimana kedua-duanya berupaya untuk mempertahankan wilayah, untuk mencapai tujuan nasional.
2. Pengertian Geostrategi Indonesia
Geostrategi Indonesia diartikan pula sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan dan UUD 1945. Ini diperlukan untuk mewujudkan dan mempertahankan integrasi bangsa dalam masyarakst majemuk dan heterogen berdasarkan Pembukaan dan UUD 1945. Geostrategi Indonesia dirumuskan dalam wujud Ketahanan Nasional.
3. Perkembangan Konsep Geostrategi Indonesia
Pada awalnya perkembangan Geostrategi Indonesia digagas oleh Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD) Bandung pada tahun 1962. isi konsepnya yaitu pentingnya pengkajian terhadap perkembangan lingkungan strategi di kawasan Indonesia yang ditandai dengan meluasnya pengaruh komunis. Sehingga pada saat itu, Geostrategi Indonesia dimaknai sebagai strategi untuk mempertahankan, mengembangkan dan membangun kemampuan territorial dan kemampuan gerilyawan untuk menghadapi ancaman komunis di Indocina.
Pada tahun 1965-an Lembaga Ketahanan Nasional mengembangkan kosep Geostrategi Indonesia yaitu untuk mengembangkan keuletan dan daya tahan, kekuatan nasional untuk menghadapi dan menangkal ancaman, tantangan, hambatan serta gangguan yang bersifat internal maupun eksternal.
Sejak tahun 1972, Lembaga Ketahanan Nasional terus melakukan pengkajian tentang Geostrategi Indonesia yang lebih sesuai dengan konstelasi Indonesia sehingga Geostrategi Indonesia dibatasi sebagai metode untuk mengembangkan potensi ketahanan nasional dengan pendekatan kemanan dan kesejahteraan guna menjaga identitas kelangsungan serta integrasi nasional agar tujuan nasional dapat tercapai.
Terhitung mulai tahun 1974, Geostrategi Indonesia ditegaskan wujudnya dalam bentuk rumusan ketahanan nasional sebagai kondisi, metode dan doktrin dalam pembangunan nasional.



Monday, October 14, 2013

Rekayasa Perangkat Lunak Berorientasi Objek

0 komentar
1.      Mengapa kita menerapkan Object Oriented dalam Software Engineering ?

Karena dengan OOP kita dapat melakukan pemecahan suatu masalah, kita tidak melihat bagaimana cara menyelesaikan suatu masalah tersebut (terstruktur) tetapi objek-objek apa yang dapat melakukan pemecahan masalah tersebut, sehingga teknik OPP lebih sering di terapkan dalam Software Engineering. 
Konsep konsep yang ada di dalam OOP : 
1.      Kelas adalah kumpulan atas definisi data dan fungsi-fungsi dalam suatu unit untuk suatu tujuan tertentu
2.      Objek  adalah  membungkus data dan fungsi bersama menjadi suatu unit dalam sebuah program komputer
3.      Abstraksi adalah  Kemampuan sebuah program untuk melewati aspek informasi yang diproses olehnya
4.      Enkapsulasi - Memastikan pengguna sebuah objek tidak dapat mengganti keadaan dalam dari sebuah objek dengan cara yang tidak layak
5.      Polimorfisme melalui pengiriman pesan. Tidak bergantung kepada pemanggilan subrutin, bahasa orientasi objek dapat mengirim pesan
Dengan ada nya kosep tersebut sudah jelas bahwa OPP dapat mempermudah pembuatan Software Engineering.

2.     Jelaskan  keterkaitan antara Programming  dengan  Software Engineering ?

Programing adalah kemampuan seseorang yang dimiliki oleh programmer dengan bahasa pemerograman yang dimiliki, kemampuan coding yang baik serta dapat mengembangkan software/aplikasi menjadi lebih baik.Sedangkan Software Enginering adalah sebuah disiplin yang mengintegrasikan proses metode dan alat-alat bantu bagi pengembangan proses perangkat lunak komputer Jadi keterkaitan antara programming dan software enginering adalah kemampuan seorang programming dengan bahasa yang dimiliki dan mendalami alur dan cara pembuatan dan pengembangan suatu perangkat lunak tertentu  yang digunakan untuk menyediakan sebuah kerangka guna membangun perangkat lunak dengan kualitas yang tinggi.


3.     Jelaskan tahapan pekerjaan dalam Software Engineering ?

Beberapa  tahapan pekerjaan dalam software Engenering, adalah sebagai berikut : 
1.   System Request  (Permintaan) : Tahap ini merupakan permintaan pembuatan sistem baru atau memperbaiki sistem yang sedang berjalan pada suatu perusahaan.
  
2. System Planning (Perencanaan) : Tahap ini merupakan tahap dimana seorang software engineering merencanakan alternative pemecahan masalah yang ada.  

3. System Recruitment Definition (Analisis) : Tahap ini merupakan tahap dimana seorang software engineering menganalisis permasalahan yang ada dengan mempergunakan metode yang telah ditentukan. 

4. Software Design (Perancangan) : Merupakan kegiatan menerjemahkan masalah yang telah di definisikan ke dalam bentuk yang mudah dimengerti oleh pembuat program. 

5. Programming Language & Coding (Pengkodean) : Merupakan kegiatan menerjemahkan masalah oleh pembuat program ke dalam bahasa komputer yang telah ditentukan & sesuai dengan aplikasi yang sedang dikerjakan. 

6.  Software Testing (Uji Coba) : Merupakan uji coba terhadap program yang telah dikerjakan

7. Software Maintenance (Pemeliharaan) : Merupakan tahap pemeliharaan terhadap pekerjaan yang telah selesai dikerjakan 

8.  Documentation (Dokumentasi) : Merupakan kumpulan dari catatan hasil kerja.

 
4.     Apa yang menjadi dasar pemikiran (alasan) dibangunnya produk dari RPL (SE) ?

RPL itu sendiri adalah suatu disiplin ilmu yang membahas semua aspek produksi perangkat lunak mulai dari tahap awal yaitu analisa kebutuhan, menentukan spesifikasi, design, penggujian sampai dengan tahap pemeliharaan system setelah digunakan.Perangkat lunak sendiri telah menjadi salah satu penggerak kegiatan dalam kehidupan sehari-hari baik di sektor bisnis, industry, farmasi dan lain-lain sehingga RPL membantu kita dalam pengambilan keputusan dan proses pemecahan masalah yang ada saat ini.Sehingga Fokus pengembangan adalah untuk menggembangkan praktek dan teknologi untuk meningkatkan produktifitas para praktisi pengembang perangkat lunak dengan kualitas aplikasi yang dapat bermanfaat bagi para penggunanya.

5.  Bagaimana sikap  anda atas produk-produk  SE di era social-media saat ini ?

Produk SE di era sekarang ini sangatah berpengaruh dalam kehidupan, terutama oleh penguna  social media.  Dengan meningkatnya kebutuhan pengguna yang meningkat produk produk SE di era sekarang sangatlah baik. Dapat memenuhi kepuasan pengguna. Walaupun dalam membangun SE butuh waktu yang tidak singkat.


Wednesday, October 9, 2013

Pengertian Ergonomik

0 komentar
Ergonomik adalah faktor kenyamanan kerja. Aspek-aspek penting yang perlu dipertimbangkan untuk menciptakan lingkungan kerja yang nyaman antara lain:
. Aspek ergonomik dari stasiun kerja
. Pencahayaan
. Kualitas udara
. Gangguan suara
. Kesehatan dan keamanan kerja
. Kebiasaan kerja

A. Aspek Ergonomik dari Stasiun Kerja
Dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh sejumlah ahli disimpulkan bahwa:
Persoalan tentang kilauan (glare) dan kontras (contrast) lebih berpengaruh dibandingkan dengan keluhan yang disebabkan oleh aras iluminasi. Rancangan stasiun kerja yang sesuai harus dapat menempatkan keyboard dan tempat duduk pada ketinggian yang tepat. Kondisi rancangan stasiun kerja yang baik dapat meningkatkan kinerja operator. Dua faktor yang sangat mempengaruhi kinerja operator stasiun kerja : sudut penglihatan berhubungan erat dengan beban pada leher, punggung dan bahu. Selanjutnya keyboard yang berhubungan dengan tekanan lengan dan tangan.

Empat aspek dasar yang berhubungan dengan ergonomik, yang berhubungan dengan fungsi penggunaan stasiun
kerja :
1. Berhubungan dengan lingkungan kerja.
2. Berhubungan dengan durasi kerja.
3. Berfokus pada tipe pekerjaan.
4. Beban psikologis yang dihadapi pekerja selama mengerjakan pekerjaannya.

Aspek tersebut merupakan basis evaluasi empat aspek isu kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan, yang
dilakukan menggunakan bantuan stasiun kerja.
Aspek-aspek itu meliputi beban visual, beban otot, beban postur tubuh dan beban tekanan mental.
B. Pencahayaan
Dalam penggunaan stasiun kerja yang banyak menggunakan layar tampilan, kilau yang ditampilkan oleh layar merupakan persoalan paling besar yang dapat mengurangi kenyamanan seorang pengguna komputer. Salah satu cara menghindari adanya kilau adalah dengan memasang filter anti kilau. Selain itu pencahayaannyapun harus diatur sedemikian rupa.

Untuk mencegah keluhan pada mata, tujuan dari perancangan pencahayaan tempat layar tampilan diletakkan adalah untuk :
`Menghindarkan pengguna dari cahaya terang langsung atau pantulannya.
`Memperoleh keseimbangan antara kecerahan dan kecerahan yang ada pada pengguna.
`Menghidari cahaya langsung atau cahaya pantulan yang langsung mengenai layar tampilan.
`Memberikan keyakinan bahwa ada pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang tidak menggunakan layar tampilan.

Secara garis besar, pencahayaan ruang stasiun kerja perlu memperhatikan beberapa faktor sebagai berikut :
* Jika mungkin tempatkan sumber cahaya sedemikian rupa sehingga pantulan cahaya pada layar dapat diminimalkan
* Gunakan penutup jendela yang mampu mengendalikan banyaknya cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan tersebut. Usahakan untuk menempatkan layar sedemikian rupa sehingga bagian samping layar tersebut menghadap jendela
* Tempatkan layar sedemikian rupa, sehingga kilauan yang disebabkan oleh sumber cahaya di atas kepala dapat dihindarkan
* Hindarkan menggunakan sumber cahaya yang sangat terang.
* Gunakan cahaya tak langsung untuk menghindari adanya bintik cerah pada layar tampilan yang merupakan pantulan dari suatu sumber cahaya yang langsung mengenai layar.

C. Suhu dan Kualitas Udara
Peralihan penggunaan mesin ketik manual ke komputer pribadi menyebabkan timbulnya panas tambahan yang dibangkitkan oleh komputer pribadi (PC), yang menyala untuk jangka waktu yang lama, serta adanya suatu bentuk derau yang dibangkitkan oleh PC tersebut. Perubahan suhu udara yang sedikit saja akan mempengaruhi kinerja seseorang.
Peralihan penggunaan mesin ketik manual ke komputer pribadi menyebabkan timbulnya panas tambahan yang dibangkitkan oleh komputer pribadi (PC), yang menyala untuk jangka waktu yang lama, serta adanya suatu bentuk derau yang dibangkitkan oleh PC tersebut. Perubahan suhu udara yang sedikit saja akan mempengaruhi kinerja seseorang.

D. Gangguan Suara
Lingkungan suara mempunyai pengaruh yang sangat penting pada konsentrasi, tingkat stres, dan aspek lain dari kinerja seseorang. Dalam keadaan khusus masalah suara dapat diatasi dengan menggunakan penutup telinga. Disisi lain, penggunaan penutup telinga bukanlah pengontrol akustik yang baik.
Salah satu ironi yang muncul dalam perancangan akustik adalah adanya strategi yang memunculkan suatu suara untuk mengendalikan adanya gangguan suara, yang disebut dengan “masking”
Dengan menyebarkan derau suara bidang lebar aras rendah, suara lain dapat disembunyikan. Sehingga pengguna masih dapat mendengar suara tetangganya, tetapi tidak menjadi begitu keras lagi. Dilain pihak gangguan suara bagi seseorang belum tentu merupakan gangguan bagi orang lain. Bagaimanapunjuga kepekaan masing-masing orang memang tidak sama. Maka dari itu anda harus menghargai orang lain yang bekerja bersama-sama dengan anda.

E. Kesehatan dan Keamanan Kerja
Aspek keamanan dan kenyamanan kerja ketika pengguna menggunakan stasiun kerja dapat dipengaruhi oleh kondisi umum kesehatan pengguna. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kondisi kesehatan yang bervariasi secara signifikan dapat mempertinggi resiko ketidaknyamanan, kelelahan otot dan persendian, bahkan cedera, serta sejumlah resiko kesehatan yang lain, maka sangat disarankan untuk selalu memantau arah toleransi kesehatan dan hindarkan kondisi yang selalu melebihi batas toleransi kesehatan tersebut.

F. Kebiasaan dalam Bekerja
Agar pengguna selalu merasa nyaman dalam bekerja, biasakan untuk selalu :
> Bekerja dalam keadaan sesantai mungkin dan dalam posisi yang benar.
> Mengubah posisi duduk untuk mencegah kelelahan otot.
> Berdiri dan mengambil beberapa menit untuk mengendorkan ketegangan otot.
> Mengusahakan untuk tidak mengetik dalam jangka waktu yang lama.
> Mengambil istirahat sejenak secara periodis.

> Memeriksa kebiasaan kerja dan tipe kerja yang hendak dilakukan. Bagi waktu untuk bekerja secara bergantian sehingga tidak duduk dalam selang waktu yang lama atau melakukan satu aktifitas yang sama secara terus menerus. Hal ini, selain untuk menghindari kelelahan juga untuk mencegah dari kejenuhan pengguna.


Tuesday, October 8, 2013

Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

0 komentar
Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
  


1.      Pengertian dan Fungsi Ideologi
Nama ideologi berasal dari kata ideas dan logos. Idea berarti gagasan,konsep, sedangkan logos berarti ilmu. Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan.
Ciri-ciri ideologi adalah sebagai berikut :
1.      Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
2.      Oleh karena itu, mewujudkan suatu asas kerohanian, pandanagn dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara diamalkan dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
Fungsi ideologi menurut beberapa pakar di bidangnya :
1.      Sebagai sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan manusia secara individual. (Cahyono, 1986)
2.      Sebagai jembatan pergeseran kendali kekuasaan dari generasi tua (founding fathers) dengan generasi muda. (Setiardja, 2001)
3.      Sebagai kekuatan yang mampu member semangat dan motivasi individu, masyarakat, dan bangsa untuk menjalani kehidupan dalam mencapai tujuan. (Hidayat, 2001)
II. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa
Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah Pancasila sebagai cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, serta menjadi tujuan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia.
Berdasarkan Tap. MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR tentang P4, ditegaskan bahwa Pancasila adalah dasar NKRI yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Makna dari ideologi terbuka adalah sebagai suatu sistem pemikiran terbuka.
Ciri-ciri ideologi terbuka dan ideologi tertutup adalah :
Ø  Ideologi Terbuka
a. merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat.
b. Berupa nilai-nilai dan cita-cita yang berasal dari dalam masyarakat sendiri.
c. Hasil musyawarah dan konsensus masyarakat.
d. Bersifat dinamis dan reformis.
Ø  Ideologi Tetutup
a. Bukan merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat.
b. Bukan berupa nilai dan cita-cita.
c. Kepercayaan dan kesetiaan ideologis yang kaku.
d. Terdiri atas tuntutan konkret dan operasional yang diajukan secara mutlak.
Menurut Kaelan, nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut :
a) Nilai dasar, yaitu hakekat kelima sila Pancasila.
b) Nilai instrumental, yang merupakan arahan, kebijakan strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaanya.
c) Nilai praktis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi pengamalan yang bersifat nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara.
PERTANYAAN :
1) Mengapa Indonesia menggunakan ideologi terbuka?
2) Bagaimana cara menumbuhkan kadar dan idealism yang terkandung Pancasila sehingga mampu memberikan harapan optimisme dan motivasi untuk mewujudkan cita-cita?
JAWABAN :
1.      Karena Indonesia adalah sebuah negara dan sebuah negara memerlukan sebuah ideologi untuk menjalankan sistem pemerintahan yang ada pada negara tersebut, dan masing-masing negara berhak menentukan ideologi apa yang paling tepat untuk digunakan, dan di Indonesia yang paling tepat adalah digunakan adalah ideologi terbuka karena di Indonesia menganut sistem pemerintahan demokratis yang di dalamnya membebaskan setiap masyarakat untuk berpendapat dan melaksanakan sesuatu sesuai dengan keinginannya masing-masing. Maka dari itu, ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah yang paling tepat untuk digunakan oleh Indonesia.
2.      Kita harus menempatkan Pancasila dalam pengertian sebagai moral, jiwa, dan kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia keberadaanya/lahirnya bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia. Selain itu,Pancasila juga berfungsi sebagai kepribadian bangsa Indonesia. Artinya, jiwa bangsa Indonesia mempunyai arti statis dan dinamis. Jiwa ini keluar diwujudkan dalam sikap mental, tingkah laku, dan amal perbuatan bangsa Indonesia yang pada akhirnya mempunyai cirri khas. Sehingga akan muncul dengan sendirinya harapan optimisme dan motivasi yang sangat berguna dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.
KESIMPULAN :
Jadi, setiap negara berhak dalam memilih sistem pemerintahannya sendiri, Indonesia juga pernah menerapkan beberapa sistem pemerintahan. Namun, yang paling cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia adalah ideologi terbuka karena sinkron dengan sistem pemerintahan yang demokratis yang menjamin kebebasan warga negaranya dalam mengeluarkan pendapat sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 28.
P A N C A S I L A  
I d e o l o g i   T e r b u k a

Ideologi Pancasila Kuktur Politik Bangsa Indonesia:

Secara historis dapat dijelaskan, bahwa istilah “ideologi” adalah berasal dari sejarah Perancis ketika mengalami pencerahan, sebagai sebuah ilmu penge tahuan tentang hasil pemikiran atau idea manusia, artinya ideologi merupakan sebuah konsep ilmiah, yang mempergunakan racikan atau pola empirik maupun logika berfikir rasional. Ideologi dengan demikian sebagai bagian dari ilmu politik, yang mencoba mempersatukan usaha manusia yang bersifat politik bagi terben- tuk dan terselenggaranya pemerintahan yang dianggap baik dan benar.

Pada awal sejarahnya itu, ideologi dianggap sebagai alat politik yang membawakan pemikiran revolusioner untuk menghancurkan pemerintahan model lama dengan strukturnya yang dianggap tidak lagi sesuai dengan suasana baru yang demokratis. Tetapi istilah ideologi atau ideologues pernah mengalami konotasi negatif sebagai doktrin bukan bersifat ilmiah seperti awalnya yang bersifat destruktif, oleh pengaruh Revolusi Perancis. Hal ini sebagai pengakuan ahli politik Perancis : Antoine Revarol (1753-1801) yang mengatakan, bahwa ideologi telah berubah menjadi doktrin yang destruktif dan ini telah menjadi kenyataan sejarah bahkan sebagai doktrin yang berbahaya bagi tertib politik yang baik; ideologi menjadi idea yang berbahaya, karena ingin merobek-robek tiang-tiang dunia yang ada. Di Perancis pada zaman revolusi itu para pemuda dengan berteriak keras berusaha merobohkan semua rintangan yang ada, sekalipun dengan kekerasan, membawa panji-panji ideologi. Memang Revarol hidup di zaman berkecamuknya revolusi dahsyat.

Setelah itu, terbawa oleh revolusi modern di Inggris, ideologi memperoleh kembali arti aslinya yang rasional, yakni ketika kaum Liberal maupun Konservatif, ketika hendak menyerang sebuah doktrin yang mereka tidak sukai, mereka mengenakan senjata ideologi secara rasional, tidak seperti di Perancis. Dalam mengritik kaum sosialis misalnya, kaum Liberal menggunakan ideologi untuk memperbaiki masyarakat. Sebaliknya kaum Sosialis atau Marxis juga menempuh jalan yang sama, yakni menggunakan ideologi sebagai senjata untuk menghadapi lawan politik. Walaupun demikian sering kali sifat destruktif ideologi, sebagai yang disinyalir Antoine Revarol (bukunya, De la Philosophie Moderne”, Paris 1802) bisa muncul kembali kepermukaan, ketika situasi pertentangan memanas.

Seorang ahli politik dan sosiologi terkenal Robert Mac Iver, dalam bukunya “European Ideologies”, New York, Philosophical Library, 1948, memberikan definisi tentang ideologi sebagai berikut : “ a political and social ideology is a system of political, economic and social values and idea from which objectives are derived. These objectives from the nucleus of a political program” (bahwa ideologi politik dan sosial adalah sebuah sistem nilai dan pemikiran politik, ekonomi dan sosial, yang memunculkan sasaran-sasaran. Sedang sasaran-sasaran ini membentuk intisari sebuah program politik). Dengan pengertian itu, maka ideologi akan memunculkan serangkaian gagasan, berupa sasaran-sasaran yang dinamis yang bisa mempengaruhi bahkan membimbing masa depan harapan bisa menentukan nasib masa depan manusia banyak.  Definisi Mac Iver itu mengisyaratkan secara jelas bahwa ideologi hendaknya memiliki sifat mengatur atau “normatif”, berupa kaidah dasar, disamping  juga memiliki fungsi memberikan “ilham atau inspirasi” bagi pemilik ideologi serta sifat ideologi haruslah rasional dengan tata logika yang benar, tepat dan singkat.

Apabila kita hubungkan dengan Pancasila sebagai ideologi, maka terlihat relevansi yang begitu nyata, bahwa sebagai ideologi, maka Pancasila adalah sebuah alat politik bangsa Indonesia, untuk mencapai cita-citanya dalam penyelenggaraan “Negara Bangsa”, bukan sebagai doktrin yang destruktif sebagai keluhan Revarol, tetapi sebagai sebuah kaidah yang konstruktif, untuk menciptakan masa depan bangsa yang adil dan bahagia. Bila mengikuti definisi Mac Iver, maka jelas kiranya bahwa Pancasila memiliki dasar kebenaran, artinya berkarakteristik “normatif” sebagai dasar negara, memberikan “inspirasi atau ilham” terus-menerus sebagai pedoman bagi sebuah Weltanschaung manusia bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sedang prinsip pemikiran atau “ideas” yang dikandungnya jelas menggunakan “tertib logika yang rasional”, berarti open to any soiontific debate.

Seterusnya Pancasila sebagai ideologi mampu memberikan skema yang lengkap bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik sosial, politik, ekonomi maupun tertib keamanan, berarti sebuah gagasan yang bisa mengilhami usaha mencapai tujuan atau sasaran luhur manusia berbangsa dan bernegara secara lengkap. Oleh karena itu tidak berlebihan kiranya apabila ideologi Pancasila adalah merupakan “kultur politik bangsa Indonesia”.

Untuk lebih jauh membahas mengenai konotasi ideologi politik, baiklah kita simak pendapat Profesor Samuel H. Beer, dalam bukunya yang berjudul “Patterns of Government”, New York 1958, dia membuat deskripsi tentang watak politik. Watak politik terlihat ketika sebuah masyarakat atau pemerintahan mengadakan aktivitas, mereka sebenarnya mempertontonkan sebuah “watak politik”, dan watak ini karena berlaku terus-menerus dalam jangka panjang, maka terbentuklah apa yang dinamakan “kultur politik”, yang menurut Beer, kultur ini memiliki tiga komponen penting, yakni (1) nilai, (2) kepercayaan dan (3) sikap.

Khusus mengenai (1) nilai, Beer membedakan antara (a) nilai prosedural dan (b) nilai tujuan. Ketika pemerintahan terbentuk atas dasar ideologi politik yang ada, maka otoritas pemerintahan dijalankan sesuai prosedur yang disepakati, dengan berpedoman kepada ideologi politik yang dimiliki, misalnya menjalankan prinsip-prinsip yang demokratis, membentuk lembaga-lembaga negara, menyelenggarakan Pemilu, dan sebagainya. Ini adalah “nilai prosedural”. Sedang “nilai tujuan” ialah berupa hasil pekerjaan yang dijalankan pemerintahan negara, misalnya terwujudnya masyarakat yang berkeadilan sosial serta berkemakmuran. Selanjutnya mengenai (2) kepercayaan, Beer menunjuk keinginan rakyat tentang jalannya ideologi politik atau ideologi politik dalam praktek kenegaraan. Beer membedakan antara “nilai” dengan “kepercayaan”, bahwa nilai politik adalah berbicara tentang apa “yang seharusnya” dijalankan atau diwujudkan, sedang kepercayaan politik adalah berbicara tentang apa adanya, bukannya What ought to be, tetapi What is saja.

Oleh sebab itu sebuah “kepercayaan politik” adalah sebuah gambaran tentang politik yang hidup dalam masyarakat, berupa adat-kebiasaan, agama, budaya, tingkah-laku dan seterusnya. Disini kiranya dapat menjelaskan sejarah, ketika Bung Karno mencoba menggali Pancasila dari bumi Indonesia, maka dia ketemukan dari lubuk hatinya rakyat Indonesia, yakni telah adanya (What is) prinsip-prinsip Pancasila, sehingga di sinilah letaknya Pancasila sebagai “kepercayaan atau keyakinan Politik” bangsa Indonesia. Ini apa adanya, dan sekaligus sebagai nilai yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan analisa Beer tersebut, maka ideologi Pancasila adalah sekaligus Nilai/Value dan Kepercayaan/Belief. Bisa dibandingkan dengan pendapat Bung Karno, bahwa Pancasila adalah landasan statis sekaligus Leidster dinamis.

Komponen (3) Sikap, menurut Beer sikap ini biasanya sentimentil atau emosional. Ini adalah bawah sadar masyarakat politik. Ujudnya seperti gunung es hanya tampak sedikit, sedang bagian terbesar tersimpan di bawah wadar. Dalam sikap politik banyak mengemukakan hal-hal yang bersifat peranan, misalnya sentimen nasionalisme, yang oleh dorongan ideologi politik bisa membara apabila tersinggung oleh sebuah kondisi yang menantang, jadi sifatnya sangat emosional. Namun sebenarnya disini sebagai ukuran apakah sebuah ideologi politik telah benar berakar dalam kehidupan masyarakat atau belum. Sikap sentimental yang besar terhadap nasionalisme yang sedang tersinggung adalah cermin langsung telah menebalnya kultur politik yang dibina oleh ideologi politik yang ada pada mereka. Sebaliknya tidak adanya reaksi sikap nasional yang emosional terhadap keterpurukan ideologi tersebut yang timbul dari masyarakat.

Apabila teori Profesor Beer benar, maka seharusnya Pancasila sebagai ideologi dan yang diharapkan menjadi kultur politik nasional itu berparameter “nilai prosedural maupun tujuan, kepercayaan politik dan sekaligus memiliki sikap sentimental yang tinggi”, sehingga tidak akan tergoyahkan oleh badai besar maupun yang bisa menimpa bangsa Indonesia, dari manapun datangnya serta kapanpun.


Pancasila Ideologi Terbuka

Nilai luhur yang terkandung dalam ideologi Pancasila tentunya perlu implementasi, yang menjalankan adalah seluruh rakyat warganegara, tanpa aktualisasi maka nilai tersebut tidak mempunyai arti apa-apa. Disinilah perlunya partisipasi, sedang partisipasi adalah dukungan nyata. Hal ini memerlukan keterbukaan antar warganegara sendiri, antara yang kebetulan menjadi penyelenggara negara maupun rakyat jelata, bahkan keterbukaan sistem politik nasional termasuk ideologi Pancasila sendiri. maka suatu keharusan adanya ideologi Pancasila yang terbuka. Masyarakat pluralistik memerlukan keterbukaan sistem, sehingga semua aspirasi mereka dapat tertampung.

          Sejarah perjalanan politik sendiri menunjukkan, bahwa sejak berkem- bangnya pemikiran demokrasi, orang telah mengembangkan keterbukaan di semua aspek kehidupan, lebih-lebih dalam bidang politik. Karakteristik keyakinan politik serta kultur politik modern menuntut adanya “perubahan yang terus menerus” bagi perbaikan hidup manusia. Idealisme kuno yang statis sudah lama ditinggalkan. Modernisme selalu berisi pemikiran-pemikiran untuk terus maju, kemudian disemua aspek hidup itu terus berkembang dalam tamansarinya perdamaian, kebebasan, keadilan, kesejahteraan dan ketentraman, dan menentang serta mengeliminasi semua bentuk kemiskinan, penindasan, kekerasan, kejahatan, penyakit dan ketidak tertiban.

          Ketika Marquis de Condorcet diguillotine dalam revolusi Perancis, dia lantang mengumandangkan perbaikan masyarakat untuk terus maju menuju “kesempurnaan” hidup. Condorcet meninggal, namun idea kemajuan telah dicatat sejarah. Condorcet yakin, bahwa manusia mampu untuk mencapai perbaikan hidup menuju kesempurnaan yang tidak terbatas, dengan kemampuan reason yang dimiliki manusia. Di kalangan umat Nasrani, dalam memasuki zaman modern dan industri, dikembangkan apa yang dinamakan “Work Ethics” atau etika kerja keras untuk mencapai kesejahteraan yang maksimal di bumi yang telah diberikan Tuhan bagi manusia. Juga umat Islam dianjurkan oleh agamanya untuk : Merubah suatu ni’mat yang telah dianugerahkan-Nya (Allah) kepada sesuatu bangsa, sehingga bangsa itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri” (Surat Al-Anfal 53).

          Sila-sila dalam Pancasila bisa tetap sebagai landasan statis, namun dalam menuju nilai tujuan, ideologi Pancasila akan tetap terbuka untuk mencapai sasaran-sasaran yang dinamis. Tuhan sebagai Maha Pencipta alam semesta saja membebaskan manusia untuk merubah dan memperbaiki sikapnya di dunia untuk merubah ni’mat Tuhan kepada posisi yang lebih baik. Maka Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah terbuka bagi pemahaman yang konstruktif untuk mencapai nilai tujuan yang diciptakan bersama.
  
          Sebagai landasan statis, sebagai istilah Bung Karno, maka sila-sila dalam Pancasila pun dapat dibahas terbuka secara ilmiah, seperti yang pernah dikemukakan Prof. Notonegoro dari Universitas Gajah Mada dan pakar-pakar lainnya secara akademik. Namun sila-sila tersebut nyatanya telah teruji secara sejarah akan authentisitasnya bersumber dari rakyat, yang dalam istilah Prof. Beer sebagai “Political Belief”, maka ideologi politik adalah realitas apa adanya (what is), ini berarti tetap terbuka juga untuk penyelidikan ilmiah kapan saja. Pendapat Beer ini kelihatan juga tidak jauh dari pandangan pendekar demokrasi liberal John Locke, ketika mengemukakan prinsip-prinsip ideologis demokrasi liberalnya, bahwa prinsip itu telah menjadi hukum alam yang tetap, namun kapanpun orang bisa berdebat tentang itu. Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi, baik dilihat dari sandaran “Landasan Statis” maupun sasaran “Leidster dinamis”, akan tetap terbuka bagi pembahasan yang mendalam atau deliberatif. Dalam keterbukaan itu orang tidak perlu menakutkan timbulnya kondisi akan melemahkan posisi maupun eksistensi ideologi bangsa, akan tetapi justru sebaliknya akan menemukan penguatan kondisi maupun eksistensinya, sebab sekali lagi sebagai sebuah kultur yang telah memiliki label political belief, eksistensinya tidak perlu diragukan lagi.

          Mungkin perlu sekali lagi kita mendengar pendapat filosuf politik humanitarian Marquis de Condorcet (1743-1794) yang banyak berpengaruh ketika ideologi politik sedang banyak diluncurkan di Europa, bahwa manusia akan tetap selalu menuju kearah “Perfektibilitas”, oleh sebab itu sebuah ideologi politik harus terbuka untuk menuju ke sana. Perfektibilitas harus dicapai melalui perjuangan politik, sedang perjuangan untuk pencapaian usaha perbaikan intellektual, perbaikan moral dan kemampuan fisik, dengan intensifikasi pendidikan di semua lapisan penduduk.

          Bagi masa depan bangsa dan negara, maka tidak ada ruang lain bagi ideologi Pancasila kecuali tetap membuka diri sebagai ideologi terbuka.

 leninisme
selama ini orang menganggap bahwa Marxisme-Leninisme atau lebih mudahnya komunisme, berada dalam hubungan diametral dengan Islam. Banyak faktor pendorong kepada tumbuhnya anggapan seperti itu. Secara politis, umpamanya dalam sejarah yang belum sampai satu abad. Marxisme-Leninisme telah terlibat dalam pertentangan tak kunjung selesai dengan negara-negara (dalam artian pemerintahan negara bangsa atau nation state), bangsa-bangsa, dan kelompok-kelompok muslim di seluruh dunia.
Dalam Peristiwa Madiun, 1948, umpamanya, kaum muslimin Indonesia berdiri berhadapan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) karena dua alasan. Pertama, karena PKI di bawah pimpinan Muso berusaha menggulingkan pemerintahan Republik Indonesia yang didirikan oleh bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Kedua, karena banyak pemuka agama Islam dan ulama yang terbunuh, seperti kalangan pengasuh Pesantren Takeran yang hanya terletak beberapa kilometer di luar kota Madiun sendiri. Kiaya Mursyid dan sesama kiai pesantren tersebut hingga saat ini belum diketahui di mana dikuburkan.
Percaturan geo-politik saat ini pun menghadapkan Uni Soviet, kubu pertama paham Marxisme-Leninisme kepada Dunia Islam, karena pendudukannya atas bangsa muslim Afghanistan semenjak beberapa tahun lalu. Selain itu, secvara ideologis, Marxisme-Leninisme juga tidak mungkin dipertemukan dengan Islam. Marxisme-Leninisme adalah doktrin politik yang dilandaskan pada filsafat materialisme. Sedangkan Islam betapa pun adalah sebuah agama yang betapa praktisnya, sekalipun dalam urusan keduniaan, masih harus mendasarkan dirinya pada spiritualisme dan kepercayaan akan sesuatu yang secara empiris sudah tentu tidak dapat dibuktikan.
Apalagi Marxisme-Leninisme adalah pengembangan ekstrem dari filsafat Karl Marx yang justru menganggap agama sebagai opium (candu) yang akan melupakan rakyat dari perjuangan strukturalnya untuk merebut alat-alat produksi dari tangan kaum kapitalis. Demikian pula dari skema penataan Marxisme-Leninisme atas masyarakat, Islam sebagai agama harus diperlakukan sebagai super struktur yang dibasmi, karena “merupakan bagian dari jaringan kekuasaan reaksioner yang menunjang kapitalisme”, walaupun dalam dirinya ia mengandung unsur-unsur antikapitalisme.
Atau dengan kata lain, yang menjadi bagian inti dari doktrin Marxisme-Leninisme, Islam adalah “bagian dari kontradiksi internal kapitalisme”. Dialektika paham tersebut memandang pertentangan antara Islam dan kapitalisme hanya sebagai pertentangan subsider dalam pola umum pertentangan antara kaum proletar melawan struktur kapitalisme yang didirikan oleh kaum feodal.
Sebuah asoek lain dari pertentangan ideologis antara Islam dan Marxisme-Leninisme dapat dilihat pada fungsi kemasyarakatan masing-masing. Dalam kerangka ini, Marxisme-Leninisme berusaha mengatur kehidupan bermasyarakat secara menyeluruh atas wawasan-wawasan rasional belaka, sedangkan Islam justru menolak sekulerisme seperti itu.
Menurut ajaran formal Islam, pengaturan kehidupan bermasyarakat harus diselaraskan dengan semua ketentuan-ketentuan wahyu yang datang dari Allah. Pengaturan hidup secara revelational (walaupun memiliki wawasan pragmatis dan rasionalnya sendiri untuk dapat menampung aspirasi kehidupan nyata), bagaimanapun juga tidak mungkin akan berdamai sepenuhnya dengan gagasan pengaturan masyarakat secara rasional sepenuhnya.
Tidak heranlah jika pengelompokan politik dan sosial budaya yang memunculkan apa yang dinamai “golongan Islam” juga menggunakan pola penghadapan dalam meletakkan Marxisme-Leninisme dalam hubungannya dengan Islam. Seperti dalam forum yang melawan dan menentangnya.
Forum-forum formal Islam sendiri juga demikian, senantiasa meletakkan Marxisme-Leninisme dalam hubungannya dengan Islam. Seperti dalam forum yang melawan dan menentangya.
Forum-forum formal Islam sendiri juga demikian, senantiasa meletakkan Marxisme-Leninisme dalam kategori “ideologi lawan”. Atau dalam jargon Rabithah al-Alam al-Islami/Islamic Word Association) yang berkedudukan di Makkah, “ideologi yang menentang Islam (al-fahm al-mudhadli al-islami).” Dalam forum-forum resmi internasional di kalangan kaum muslimin, Marxisme-Leninisme dalam “baju” komunisme secara rutin dimasukkan ke dalam paham-paham yang harus ditolak secara tuntas.
Sikap demikian dapat juga dilihat pada karya-karya tulis para pemikir, ideolog, dan budayawan yang menjadikan Islam sebagai kerangka acuan dasar untuk menata kehidupan (dalam arti tidak harus dalam bentuk negara theokratis atau secara ideologis formal dalam kehidupan negara, tetapi sebagai semangat pengatur kehidupan). Para penulis “pandangan Islam” itu memberikan porsi panjang lebar kepada penolakan atas ideolgi dan paham Marxisme-Leninisme dalam karya-karya mereka.
Penolakan ini antara lain berupa sikap mengambil bentuk peletakan “pandangan Islam” sebagai jalan tengah antara kapitalisme dan komunisme atau menurut istilah Mustofa al-Siba’I, antara kapitalisem dan sosialisme.menurut pandangan mereka, kapitaisme akan membawa bencana karena terlalu mementingkan kepentingan perorangan warga masyarakat, karena sandarannya kepada inividualisme. Sedangkan kolektivisme yang menjadi ajaran Marxisme, diserap oleh Marxisme-Leninisme, justru akan menghilangkan hak-hak sah dari individu yang menjadi warga masyarakat. Islam menurut mereka memberikan pemecahan dengan jalan menyeimbangkan antara “hak-hak masyarakat” dan “hak-hak individu”.
Melihat pola hubungan diametral seperti itu memang mengherankan. Bahwa masih saja ada kelompok-kelompok Marxis-Leninis dalam masing-masing lingkungan bangsa muslim mana pun di seluruh dunia. Bahkan di kalangan minoritas muslim di negara yang mayoritas penduduknya beragama bukan Islam, seperti Sri-Lanka, Filipina. Bukan karena adanya orang-orang yang berpaham Marxis-Leninis. Karena memang mereka ada di mana-mana.
Tambahan pula, keadaan masyarakat bangsa-bangsa yang memiliki penduduk beragama Islam dalam jumlah besar memang membuat subur pertumbuhan paham itu. Secara teoritis, karena besarnya kesenjangan antara teori kemasyarakatan yang terlalu meuluk-muluk yang ditawarkan dan kenyataan menyedihkan akan meluaskan kemiskinan dan kebodohan. Yang menarik justru kenyataan bahwa oleh pemerintah negara-negara berpenduduk mayoritas muslim, (kecuali sudah tentu di Indonesia. Kalaupun dilarang, maka bukan karena paham itu sendiri tidak dibarkan secara hukum neagara, melainkan karena di lingkunagn bangsa itu tidak diperkenankan adanya gerakan politik dari rakyat sama sekali, seperti Arab Saudi saat ini.
Yang lebih menarik lagi justru adalah terus-menerus adanya upaya untuk meramu ajaran Islam kepada atau dengan paham-paham lain, termasuk Marxisem. Seperti yang saat ini dilakukan dengan giatnya oleh Muammar Khadafi, pemimpin Lybia yang berperilaku eksentrik itu. Ternyata upaya tersebut tidak terbatas pada “penggalian” konsep konsep Marx yang nonkomunistis saja, tetapi juga mencapai “pengambilan” dari Marxisme-leninisme.
Secara formal, paham tersebut di larang di Lybia. Tetapi secara faktual banyak unsur-unsur Marxisme-Leninisme ke dalam doktrin politik Khadafi. Umpanya saja, pengertian “kelompok yang memelopori revolusi,’ yang jelas berasal dari konsep Lenin tentang pengalihan pemerintah dari kekuasaan kapitalisme (tidak harus yang berwatak finansial-industri, tetapi cukup yang masih berwatak agraris belaka). Demikian juga konsep “pimpinan revolusi”, yang dicanangkan sebagai “dewan-dewan rakyat” (al-jamariyah) sebagai satu-satunya kekuatan “pengawan revolusi” dari kemunkginan direbut kembali oleh kapitalisme internasional.
Fenomena upaya meramu unsur Marxisme-Leninisme ke dalam teori politik yang ditawarkan sebagai “ideolgoi Islam” sangat menarik untuk dikaji, karena bagaimanapun ia mengandung dua spek. Pertama, ia tidak terbatas pada kalangan eksentrik seperti Khadafi, tetapi juga di kalangan sujumlah pemikir muslim serius, semisal Abdel Malek be beNabi dan Ali Syari’ati. Saat ini pun, gerakan Mojaheddin eKhalq yang bergerak di bawah tanah di Iran dan dipimpin oleh Masoud Rajavi dari Paris, menggunakan analisis perjuangan kelas yang mengikuti acuan Marxisme-Leninisem. Kedua, kenyataan bahwa upaya “meramu” tersebut sampai hariu ini masih mampu mempertahankan warna agamanya yang kuat. Bukan proses akulturasi yang muncul, di mana Islam dilemahkan, melainkan sebaliknya, terjadi penguatan ajaran-ajarannya melalui “penyerapan sebagai alat analisis”.
Keseluruhan yang dibentangkan di atas menghendaki adanya kajian lebih mendalam tentang hubungan Islam danMarxisme-Leninisme, yang akan membawa kepada pemahaman yang lebih terinci dan pengertian lebih konkret akan adanya titik-titik persamaan yang dapat digali antara Islam sebnagai ajaran kemasyarakat dan Marxisme-Leninisme sebagai ideologi politik.
Pemahaman dan pengertian seperti itu akan memungkinkan antisipasi terhadap peluang bagi terjadinya “titik sambung” keduanya dinegeri ini. Antisipasi mana dapat saja digunakan, baik untuk mencegahnya maupun mendorong kehadirannya.
Salah satu cara untuk melihat titik-titik persamaan antara Islam dan Marxisme Leninisme, keduanya sebagai semacam “ajarab kemasyarakatan” (untuk meminjam istilah yang populer saat ini di kalangan sejumlah theolog Katolik yang menghendaki perubahan struktural secara mendasar) adalah menggunakan pendekatan yang disebut sebagai vocabularies of motive (keragaman motif) oleh Bryan Turner dalam bukunya yang terkenal, Weber and islam (hlm. 142).
Menurut pendekatan in, tidak ada satu pun motif tunggal dapat diaplikasikan secara memuaskan bagi keseluruhan perilaku kaum muslimin sepanjang sejarah mereka. Kecenderungan “agama” seperti tasawuf (mistisisme), syariat (legal-formalisme), dan akhlak (etika sosial), dalam hubungannya dengan kecenderungan “ekonomis”, seperti semangat dengan etos kerja agraris, pola kemiliteran dan asktisme politis, ternyata menampilkan banyak kemungkinan motivatif bagi perilaku kaum muslimin itu. Walaupun pendekatan itu oleh Turner dipakai justru untuk mencoba melakukan pembuktian atas kaitan antara Islam dan kapitalisme, bagimanapun juga penggunaannya sebagai alat untuk meneliti kaitan antara Islam Marxisme-Leninisme akan membuahkan hasil kajian yang diharapkan.
Umpamanya saja, pendekatan ini dapat mengungkapkan adanya kesamaan orientasi antara pandangan kemasyarakatan Marxisme-Leninisme yang bersumber pada kolektivisme dan tradisi kesederhanaan hierarki dalam masyarakat suku yang membenntuk masyarakat Islam yang pertama di Madinah di zaman Nabi Muhammad.
Kesamaan orientasi tersebut dapat dilihat pada besarnya semangat egalitarianisme dan populisme dalam kedua sistem kehidupan itu. Orientasi kehidupan seperti itu mau tidak mau akan membawa sikap untuk cenderung menyusun pola kehidupan serba senang kepada tindakan (action-oriented), dan menjauhi kecenderungan kontemplatif dan meditatif.
Orientasi kepada tindakan ini demikian kuat terlihat dalam kehidupan masyarakat Islam, sehingga keimanan dan tuntasnya keterlibatan kepada ajaran agama (dikenal dengan nama Rukun Islam) sepenuhnya diidentifisir dengan “tindakan”. Dari syahadat (pengakuan akan keesaan Allah dan kerasulan Muhammad), salat, zakat, puasa, hingga kewajiban menjalankan peribadatan haji.
Walaupun Marxisme bersandar pada ajaran determinisme-materialistik (dalam jargon sosialisme dikenal dengan nama historis-materialisme), dan dengan demikian Marxisme-Leninisme mendasarkan idiologinya sampai titik tertentu pada acuan tersebut, tetapi orientasinya kepada “sikap aksional” tetap tampak sangat nyata. Justru acuan deterministik yang mendorong kaum Marxis termasuk Marxis-Leninis, untuk mempersoalkan struktur kekuasaan dan tindakan terprogram dalam memperjuangkan dan kemudian melestarikan struktur masyarakat yang mereka anggap sebagai bangunan kehidupan yang adil.
Orientasi inilah yang “menghubungkan” antara Islam dan Marxisme-Leninisme, menurut versi pikiran orang-orang seperti Khadafi dan Masoud Rajavi. Walaupun secara prinsipiil mereka menentang komunisme sebgai ideologi dan memenjarakan pemimpin-pemimpin komunis serta melawan mereka dalam bentrokan-bentrokan fisik.
Berbeda dengan mendiang Jamal Abdul Nasser dari Mesir, yang berideologi sosialistik dan sedikit banyak dapat mentolerir kehadiran pemimpin-pemimpin komunis, seperti Mustafa Agha di negerinya, walupun sering juga ditahan kalau ternyata masih melakukan aktivitas yang dinilainya subversif. Sikap Nasser ini juga diikuti oleh kedua rezim sosialis Ba’ath (kebangunan) yang berkuasa di Irak dan Syiria sekarang ini.

Sebuah perkecualian menarik dalam hal ini, karena perbedaan ideologis yang ada dapat “dijembatani” oleh kesamaan orientasi di atas adalah kasus Parta Tudeh di Iran. Pertai yang nyata-nyata berideologi Marxis-Leninis itu ternyata hingga saat ini masih dibirakan hidup oleh rezim revolusi Islam di Iran, walaupun gerakan gerilya Fedayen E-Khalq yang juga Marxis-Leninis justru ditumpas dan dikejar-kejar.
Ternyata kesamaan orientasi populistik dan egalitarian anatara ideologi Islam dan Marxis-Leninisme dihadapan lawan bersama imperialisme Amerika Serikat menurut jargon mereka, mengandung juga beneh-benih kontradiksi interen antara kaum mula dan kaum Marxis-Leninis Iran, selama yang terakhir ini tidak mengusik-usik kekuasaan Partai Republik Islam, selam itu pula mereka ditolerir.
Dari sudut pandangan ini, sikap kaum muslimin Indonesia yang menolak kehadiran Marxisme-Leninisme melalui ketetapan MPR adalah sebuah anomali, yang hanya dapat diterangkan dari kenyataan bahwa telah dua kali mereka dikhianati oleh kaum komunis di tahun 1948 dan 1965. Penolakan dengan demikian berwatak politis, bukannya ideologis.
Hal ini menjadi lebih jelas, jika diingat bahwa kaum muslimin Indoesia sudah tidak lagi memiliki aspirasi mereka sendiri di bidang ideologi, tetapi meleburkannya ke dalam ideologi “umum” bangsa, Pancasila.
Kenyataan seperi ini memang jarang dimengerti, karena tinjauan yang dilakukan selama ini atas hubungan Islam dan Marxisme-Leninisme sering sekali bersifat dangkal, melihat persoalannya dari satu sisi pandangan saja, itu pn yang bersifat sangat formal. Wajar sekali kalau kaitan dengan Marxisme-Leninisme tidak diakui secara formal di kalangan gerakan-gerakan Islam, tetapi diterima dalam praktek. Seperti wajarnya”garis [partai” yang menolak kehadiran agama di negara-negara komunis, tetapi dalam praktek diberikan hakmelakukan kegiatan serba terbatas.
Melihat kenyataan di atas, menjadi nyata bagi mereka yang ingin melakukan tinjauan mendalam atas Maexisme-Leninisme dari sudut pandangan Islam. Bahwa harus dilakukan pemisahan antara sikap Islam yang dirumuska dalam ajaran resmi keagamaannya dan “sikap Islam” yang tampil dalam kenyataan yang hidup dalam bidang politik dan pemahaman secara umum.
Banyak pertimbangan lain yang mempengaruhi hubungan antara Islam dan Marxisme-Leninisme dalam praktek, sehingga tidak dapat begitu saja digeneralisasi tanpa mengakibatkan penarikan kesimpulan yang salah. Demikian juga, dalam melihat kaitan dalam praktek kehidupan pemeintahan, tidaklah cukup kaitan itu sendiri diidentifikasikan sebagai sesuatu yang sumir dan berdasarkan kebutuhan taktis belaka, seperi yang disangkakan pihak Amerika Serikat atas hubungan Khadafy dan Uni Soviet. Karena sebenarnya yang terjadi adalah proses saling mengambil antara dua ideologi besar, tanpa salah satu harus mengalah terhadap yang lain. Betapa tidak permanennya hubungan itu sekalian, karena keharusan tidak boleh mangalah kepada ideologi lain, kaitan antara Islam dan Marisme-Leninisme memiliki dimensi ideologinya sendiri. Yaitu kesamaan sangat besar dalam orientasi perjuangan masing-masing.
Kalau diproyeksikan terlebih jauh ke masa depan, bahkan akan muncul varian lain dari pola hubungan yang telah ada itu. Yaitu dalam hasil akhir ideologis dari upaya yang sedang dilakukan sejumlah intelektual muslim untuk mendalami sumber-sumber ajaran Islam melalui analisis pertentangan kelas yang menjadi “merek dagang” Maxisme-Leninisme
Ayat-ayat Al-Qur’an, ucapan nabi dalam hadits dan penjelasan ulama dalam karya-karya mereka diperiksa kembali “wawasan kelas”-nya, digunakan sudut pandangan sosial-historis untuk melakukan penfsiran kembali atas “pemahaman salah” akan sumber-sumber ajaran agama itu.
Zakat sebagai salah satu Rukun Islam, umpamanya, dilihat secara kritis sebagai alat populistik untuk menata orientasi kemasyarakat kaum muslimin dalam pengertian struktural. Lembaga tersebut diwahyukan dengan beban terbesar atas penyelenggaraan hidup bermasyarakat pada pundak lapangan pertanian sebagai profesi kaum elite Madinah waktu itu (karena membutuhkan masukan modal sangat besar, tidak seperti usaha dagang kecil-kecilan di pasar yang menjadi kerja utama kebanyakan penduduk Madinah). Pendekatan struktural dalam menafsirkan kembali ajaran agama itu bagaiamanapun akan membawa kepada kesadaran akan pentingnya analisis perjuangan kelas untuk menegakkan struktur masyarakat yang benar-benar adil dalam pandangan Islam.
Di pihak lain, semakin berkembangnya pemahaman “humanis” atas Marxisme-Leninisme, seperti dilakukan Partai Komunis Itali dewasa ini akan membawa apresiasi lebih dalam lagi tentang pentingnya wwaasan keagamaan ditampung dalam perjuangan kaum Marxis-Leninis untuk menumbangkan struktur kapitalis secara global.
Hal ini sebenarnya sudah disadari oleh sejumlah teoritisi Marxis-Leninis sejak dasawarsa tigapuluhan dari abad ini, semisal Gramsci. Sudah tentu akan muncul aspek kesamaan orientasi kemasyarakatan antara Islam dan Marxisme-Leninisme dengan dilakukan kajian-kajian di atas yang antara lain sedang dilakukan oleh Mohammad Arkoun dan Ali Merad, yang dua-duanya kini tinggal di Delik Ideologi Bisa Diterapkan dengan Persyaratan Ketat Konsultasi Publik RUU KUHP
[5/7/07] Yang dikriminalisasi mestinya bukan pada penyebaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, tetapi pada ideologi apapun yang melegalkan kekerasan.
Konsultasi Publik RUU KUHP hari pertama membahas antara lain tindak pidana yang menyangkut ideologi. Dalam konsultasi publik itu terungkap bahwa tadinya KUHP Belanda tidak mengenal delik ideologi. Tetapi kemudian setelah KUHP diberlakukan di Indonesia, delik-delik semacam itu muncul. Sebagai konsekuensi TAP No. XXV/MPRS/1966, tim perumus awal RUU KUHP kembali mempertahankan delik idelogi. Bahkan berlanjut ke rumusan RUU KUHP pasca reformasi sebagai konsekuensi TAP No. XVIII/MPR/1998 tentang Penegasan Pancasila Sebagai Dasar Negara.

Delik ideologi masuk kategori tindak pidana terhadap keamanan negara. Kejahatan terhadap ideologi dalam RUU KUHP dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyebaran ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme (pasal 212-213), serta peniadaan dan penggantian ideologi Pancasila (pasal 214).

Menurut Fajromei A. Ghofar, secara umum rumusan pasal-pasal kejahatan terhadap ideologi masih memiliki sejumlah hal yang perlu dikritisi. Misalnya perumusan pasal, akibat buruknya terhadap hak asasi manusia, dan pengertian dari istilah yang dipakai. “Perumusan pasal 212-213 RUU KUHP masih ambigu,” ujarnya.

Ambigu yang dimaksud Ghofar adalah kesamaran mengenai apa sebenarnya yang dilarang. Kedua pasal melarang penyebaran ajaran Komunisme/Marxisme – Leninisme yang menggantikan atau mengubah Pancasila. Sebenarnya yang dilarang apakah penyebaran ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme atau tindakan mengubah Pancasila? “Secara kasat mata, perumusan pasal tersebut dapat diartikan bahwa mengembangkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme tidaklah merupakan perbuatan yang dilarang jika tidak ditujukan untuk mengubah Pancasila,” kata Ghofar.

Pakar hukum pidana Prof. Andi Hamzah menimpali, tak semua penyebaran ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme dilarang. “Seorang dosen yang mengajarkan teori Karl Marx, misalnya teori dialektika, tidak termasuk melakukan delik,” ujarnya.

Untuk masuk kategori delik atau tindak pidana, penyebaran itu harus bersifat ‘melawan hukum’  dan ‘dilakukan di muka umum’ (in openbaar). Masih belum cukup, unsur lain yang dinilai Prof. Andi sebagai inti delik adalah “dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara’. Dengan unsur yang ketat seperti itu, Prof. Andi menyimpulkan bahwa rumusan delik larangan penyebaran komunisme/Marxisme-leninisme dalam RUU KUHP sesungguhnya sangat dibatasi. “Delik ideologi dapat saja diterapkan dengan unsur atau bagian inti yang sangat ketat,” ujar Guru Besar Hukum Pidana Universitas Trisakti itu.

Namun Ghofar masih mengkritik sifat unsur melawan hukum dalam pasal 212, terutama mengenai arti dan syarat-syaratnya. Perbuatan menyebarkan komunisme bagaimana yang disebut melawan hukum? Lalu, apakah semua ajaran Marxisme – Leninisme dilarang atau hanya bagian tertentu? Karena itu, Ghofar masih khawatir delik ideologi dalam RUU KUHP akan menjadi pasal karet.

Kritik lain datang dari Abdul Hakim Garuda Nusantara. Ketua Komnas HAM ini menilai RUU KUHP dalam konteks delik ideologi ‘tidak tanggap terhadap tanda-tanda zaman’. Salah satunya, ya, pelarangan komunisme/Marxisme-Leninisme. Semangat yang harusnya dibangun adalah mengkriminalisasi ideologi apapun –tidak terbatas pada Marxisme-Leninisme—yang membenarkan cara-cara kekerasan untuk menempuh sesuatu. Kejahatan terhadap keamanan negara bukan hanya datang dari ideologi semacam itu, tetapi juga bisa dari ideologi lain yang menyebarkan kekerasan. Seharusnya konsep kekerasannya yang harus dikriminalisasi.


PATNER

Blogs Directory

Followers