A. MAHABBAH
1. PENGERTIAN,
Mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan, yang secara harfiah berarti mencintai secara mendalam. Dalam mu’jam al-falsafi, Jamil Shaliba mengatakan mahabbah adalah lawan dari al-baghd, yakni cinta lawan dari benci. Al mahabbah dapat pula berarti al wadud yakni yang sangat kasih atau penyayang.
Mahabbah pada tingkat selanjutnya dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat ruhaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang Mutlak, yaitu cinta kepada Tuhan.
Kata mahabbah selanjutnya digunakan untuk menunjukkan pada suatu paham atau aliran dalam tasawwuf yang artinya kecintaan yang mendalam secara ruhaniah pada Tuhan.
Pengertian mahabbah dari segi tasawwuf ini lebih lanjut dikemukakan al Qusyairi sebagai berikut: “almahabbah adalah merupakan hal (keadaan) jiwa yang mulia yang bentuknya adalah disaksikannya (kemutlakkan) Allah swt oleh hamba, selanjutnya yang dicintainya itu juga menyatakan cinta kepada yang dikasihi-Nya dan yang seorang hamba mencintai Allah swt”.
Harun Nasution mengatakan mahabbah adalah cinta yang dimaksud adalah cinta kepada Tuhan, antara lain sebagai berikut:
a. memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap melawan kepada-Nya.
b. Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi.
c. Mengosongkan hati dari segala – galanya kecuali dari yang dikasihi yaitu Tuhan.
Dilihat dari tingkatannya, mahabbah sebagai dikemukakan al-Sarraj sebagai dikutip Harun Nasution ada tiga macam yaitu:
1. mahabbah orang biasa yaitu selalu mengingat Allah dengan zikir, suka menyebut nama-nama Allah dan memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan Tuhan.
2. mahabbah orang shidiq, yaitu cinta orang yang kenal pada Tuhan, kebesaran-Nya, kekuasaan-Nya, ilmu-Nya, dan lain-lain.
3. mahabbah orang yang arif adalah cinta yang tahu betul kepada Tuhan.
Dari uraian tersebut disimpulkan mahabbah adalah suatu keadaan jiwa yang mencintai Tuhan sepenuh hati, sehingga sifat-sifat yang dicintai (Tuhan) masuk ke dalam diri yang dicintai.
2. Tujuan Mahabbah
Tujuannya adalah untuk memperoleh kesenangan batiniah yang sulit dilukiskan dengan kata-kata, tetapi hanya dirasakan oleh jiwa.
Selain itu juga mahabbah merupakan hal keadaan mental seperti senang, perasaan sedih, perasaan takut dan sebagainya. Mahabbah berlainan dengan maqam, hal bersifat sementara, datang dan pergi bagi para sufi dalam perjalanan mendekatkan diri pada Allah swt.
3. Kedudukan Mahabbah
Al mahabbah adalah satu istilah yang hampir selalu berdampingan dengan ma’rifah, baik dalam kedudukan maupun pengertiannya. Ma’rifah adalah merupakan tingkat pengetahuan kepada Tuhan melalui mata hati (alQalb), maka mahabbah adalah perasaan kedekatan dengan Tuhan melalui cinta(roh). Rasa cinta itu tumbuh karena pengetahuan dan pengenalan kepada Tuhan sudah sangat jelas mendalam, sehingga yang dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tetapi diri yang dicintai. Oleh karena itu, menurut Al Ghazali mahabbah itu manifestasi dari ma’rifah kepada Tuhan. Dengan demikian kedudukan mahabbah lebih tinggi dari ma’rifah.
B. Alat Untuk Mencapai Mahabbah
Para ahli tasawuf mengungkapkan alat untuk mencapai mahabbah yaitu menggunakan pendekatan psikologi melihat adanya potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia. Harun Nasution mengatakan alat untuk memperoleh ma’rifah oleh sufi disebut sir. Harun Nasution mengutip pendapat al-Qusyairi ada 3 alat yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan yaitu:
1. Al-Qalb, yaitu hati sanubari, sebagai alat mengetahui sifat-sifat Tuhan.
2. Roh, yaitu alat untuk mencintai Tuhan.
3. Sir, yaitu alat untuk melihat Tuhan.
Sir lebih halus daripada roh, dan roh lebih halus dari qolb. Kelihatannya sir bertempat di roh, dan roh bertempat di qolb, dan sir timbul dan dapat menerima iluminasi dari Allah, kalau qolb dan roh telah suci sesuci-sucinya dan kosong-sekosongnya, tidak berisi apapun.
Dari keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa alat untuk mencintai Tuhan adalah roh, yaitu roh yang sudah dibersihkan dari dosa dan maksiat, serta dikosongkan dari kecintaan kepada segala sesuatu, melainkan hanya berisi oleh cinta kepada Tuhan.
Roh yang digunakan untuk mencintai Tuhan itu sebenarnya telah dianugerahkan Tuhan kepada manusia sejak dalam kandungan ketika berumur empat bulan, dengan demikian alat untuk mencintai Tuhan sebenarnya telah diberikan Tuhan. Manusia tidak mengetahui sebenarnya hakikat roh itu, yang mengetahui hanyalah Tuhan. Allah berfirman:
Artinya: mereka itu bertanya kepada Engkau (Muhammad) tentang roh, katakanlah bahwa roh itu urusan Tuhan, tidak kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit sekali. (QS. Al-isra’: 85).
Selanjutnya Rasulullah saw juga telah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim yang artinya:
“sesungguhnya manusia dilakukan penciptaaannya dalam kandungan ibunya, selama empat puluh hari dalam bentuk nutfah(segumpal darah), kemudian menjadi alaqah(segumpal daging) pada waktu juga 40 hari, kemudian dijadikan mudghah (segumpal daging yang telah berbentuk) pada waktu 40 hari juga, kemudian Allah mengutus malaikat untuk menghembuskan roh kepadanya”
C. Tokoh Yang Mengembangkan Mahabbah
Tokoh yang memperkenalkan mahabbah adalah Rabiah al Adawiyah. Ia adalah seorang zahid perempuan yang amat besar dari Basrah, di Irak. Ia hidup antara tahun 713-801 M, ada juga yang menyebutkan ia meninggal pada tahun 185/796 M. Menurut riwayatnya ia adalah seorang hamba yang kemudian dibebaskan. Dalam hidup selanjutnya ia banyak beribadah, bertaubat, menjauhi hidup duniawi dan menolak bantuan material yang diberikan orang kepadanya. Selain itu juga ia betul – betul hidup dalam keadaan zuhud dan hanya ingin berada dekat dengan Allah swt dan selalu menolak lamaran pria salih.
Diantara doa dari Rabiatul Adawiyah : “Ya Rabbi, bila aku menyembah-Mu karena takut akan neraka bakarlah diriku di dalamnya. Bila aku menyembah-Mu karena harap akan syurga jauhkanlah aku dari sana. Namun jika aku menyembah-Mu hanya demi Engkau maka janganlah Kau tutup Keindahan Abadi-Mu”.
D. Mahabbah Dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits
Ada banyak ayat – ayat dalam alqur’an menggambarkan bahwa antara manusia dengan Tuhan dapat saling bercinta. Diantaranya :
•
Artinya: “jika kamu cinta kepada Allah, maka turutlah aku dan Allah akan mencintai kamu”. (QS. Al-imran: 30).
Artinya:”Allah akan mendatangkan suatu ummat yang dicintai-Nya dan yang mencintai-Nya”. (QS. Al-Maidah: 54).
Di dalam hadits juga disebutkan:
ﻮﻻﻴﺰﺍﻞﻋﺒﺩﻯﻴﺘﻘﺮﺐﺇﻠﻲﺒﺎﻟﻨﻮﺍﻔﻞﺤﺘﻰﺍﺤﺒﻪﻮﻣﻦﺍﺤﺒﺒﺘﻪﻜﻨﺖﻟﻪﺳﻣﻌﺎﻮﺑﺼﺮﺍﻮﻴﺪﺍ
Artinya:”hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan hingga Aku cinta kepada-Nya. Orang yang Ku cintai menjadi telinga, mata dan tangan-Ku”.
Ayat dan hadits di atas memberikan petunjuk bahwa antara manusia dan Tuhan dapat saling mencintai, karena alat untuk mencintai Tuhan, yaitu roh yang berasal dari Tuhan. Roh Tuhan bersatu dan roh yang ada pada manusia anugerah Tuhan bersatu dan terjadilah mahabbah. Untuk mencapai keadaan tersebut dilakukan dengan amal ibadah yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Wednesday, November 25, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment