Friday, November 20, 2009

PENGARUH HINDU ATAS TASAWUF ISLAM

0 komentar
Tidak sedikit ahli-ahli penyelidik yang menyatakan bahwa hidup kerohanian Islam itu berasal dari ajaran Hindu. Dalam tahun 1938 kami telah membuka pertukaran pikiran di antara penulis-penulis Islam dalam majalah 'Pedoman Masyarakat,' tentang soal ini. Orang yang menguatkan adanya pengaruh itu berkata : "Pengaruh itu terang adanya, bilamana diperbandingkan persamaan-persamaan yang banyak terdapat di antara pandangan hidup atau praktek melakukan di dalam kitab-kitab suci orang Hindu, baik dalam dasar kepercayaan, atau di dalam ucapan-ucapan doa dan nyanyian-nyanyian agama. Demikian juga amalan ahli-ahli agama Hindu dengan yoganya, latihan ibadatnya, tafakur zikirnya dan ma'rifatnya.
Seorang pengarang dan pengembara Arab yang terkenal amat memperhatikan dan mempelajari agama Hindu, bernama Abul Raihan Muhammad bin Ahmad Albairuni (352 - 440 h = 965 -1049 m). Dia telah menyelidiki agama Hindu sampai dalam, sampai dipelajarinya bahasa Sansekerta. Lama dia berdiam di tanah India, dikarangnya sebuah buku bernama 'Tahqiqu Ma Lil Hindi Muqauwalah' (Penyelidikan tentang hal-hal di India, yang diterima atau ditolak akal).
Dalam buku ini ditulisnya panjang lebar tentang ilmu pengetahuan, kepercayaan, ibadat, keagamaan dan filsafat India. Bukan saja suatu pandang selintas lalu, bahkan juga masuk dalam pengupasan dan perbandingan. Di antara dasar pikiran India dan dasar pikiran Yunani, demikian juga dengan amalan hidup ahli-ahli tasawuf. Beliau banyak memberikan pertimbangan bahwasanya kehidupan yoga India banyak sekali persamaannya dengan kehidupan dan riadlah (latihan jiwa) kaum Sufi.
Kaum Orientalist yang menguatkan pendirian bahwa hidup kerohanian Islam itu terpengaruh besar oleh agama Hindu, umumnya mengambil alasan dari keterangan Albairuni ini.
Albairuni ketika membandingkan persamaan jalan filsafat Yunani dan Yoga Hindu dengan ahli tasawuf, berkata : "Orang yang telah mencurahkan seluruh perhatiannya terhadap 'Sebab Yang Pertama' (Primary Cause, Brahman, pen) senantiasa berusaha hendak menyerupaiNya sedaya upaya. Dia bersatu dengan Dia, bila telah melepaskan segala 'pengantar', ditinggalkannya.
Artinya - menurut keterangan itu, seorang yang telah menyediakan dirinya mencari Yang Ada, berdaya hendak bersatu dengan Dia. Tidak dihambat dirintangi oleh apapun. Dalam pandangan ini terdapat persamaan beberapa ahli filsafat Yunani, ahli hikmat Hindu dan ahli tasawuf Islam. Lain dari pada itu adalah tentang kepercayaan akan adanya 'Tanasuch' (reinkarnasi), yaitu kemungkinan berpindahnya suatu roh dari satu badan ke badan yang lain. Orang Hindu menamainya 'Karma'. Karma itulah kepercayaan pokok agama Hindu, Artinya kalau tidak percaya akan adanya Karma, bukanlah Hindu. Karmapun bisa jelma; yaitu suatu roh memakai tubuh yang bukan tubuh insani boleh juga tubuh binatang, sebagai ular (ini yang banyak, sehingga mereka sangat memuliakannya), kera (ingat Hanoman), lutung (ingat Lutung Kasarung), dll. Dan sapi adalah penjelmaan yang amat mulia dan amat suci. Mahatma Gandhi sebagai Mujadid (pembaharu atau intelektual yang memberikan penafsiran baru) dari agama Hindu, dengan berbagai filsafatnya yang mendalam, membela kesucian sapi.
Albairuni meneruskan perbandingannya tentang persamaan pokok kepercayaan Karma dan Jelma Hindu dengan mazab orang sufi." Menurut dasar inilah pandangan setengah orang sufi, yang berkata bahwasanya dunia ini adalah diri yang tidur dan akhirat diri yang bangun.Dan setengah dari mereka (orang sufi) memungkinkan Hulul (Tuhan menjelma dalam diri insan/manusia, pen), menjelma yang hak pada tempat-tempat, sebagai langit, arasy (Kursi tempat duduk Tuhan yang terdapat di suatu tempat di langit ketujuh, pen). Dan setengahnya pula memungkinkannya kepada sekalian alam dan binatang, dan kayu-kayuan dan barang-barang keras (jamadaat). Mereka namai itu Al Zuhur ul Kulli (Pernyataan Semesta). Kalau itu telah mungkin, maka jelmaan roh dari satu badan ke badan lain, tidaklah perkara yang dapat ditolak lagi."
Setelah itu Albiruni memperbandingkan tentang cara-cara melepaskan diri dari pengaruh dunia ini. Nafs, diri, aku, ingsun, ich sekarang terikat kepada alam terikatnya itu ada sebabnya, ialah jahil. Untuk melepaskan ikatan itu ialah dengan pengetahuan/ilmu, dengan pengenalan diri (ma'rifat). Sebagaimana disebut dalam kitab'patengggel' : "menyatukan fikiran kepada kesatuan Allah, memalingkan seseorang dari rasa, yang lain dari yang ditujunya. Siapa yang menghendaki Allah, niscaya dia menghendaki pula agar segala mahluk beroleh kebajikan dengan tidak ada kecualian."
Kemudian itu dia berkata pula : "Barang siapa yang sampai pada tujuan ini maka kekuatan jiwanya akan dapat mengalahkan kekuatan badannya." Lalu disebutkan delapan macam keistimewaan kekuatan jiwa itu.
Oleh Albairuni kemudiannya diadakan pula perbandingan dengan kaum sufi itu. Katanya : "Seumpama ini pulalah yang diisyaratkan oleh kaum Sufi tentang orang yang arif apabila telah sampai pada maqam (tempat kedudukan, pen) ma'rifat. Kaum sufi itu katanya - mendakwakan bahwa dia mendapat dua roh. Roh qadim yang tidak berobah dan berbeda. Dengan dia (roh qadim ini ) dapat mengetahui yang gaib, berbuat yang luar biasa, dan ke dunia roh basariah. (Yang kedua) yaitu roh manusia biasa, untuk berubah-ubah dan untuk kejadian. Setelah itu Albairuni memperbandingkan pula tentang 'persamaan diri dengan yang dicarinya', di antara Hindu dan tasawuf Islam. Setengah dari inti sari ajaran 'Patenggel' bahwa mendirikan upacara-upacara ibadat keagamaan, sembahyang, puasa dan lain-lain itu bukanlah jalan untuk mencapai bahagia (sa'adah) bagi manusia. Jalan mencapai bahagia adalah dengan zikir daim (ingat dan menyebut terus nama Allah), dan senantiasa ta'ammul, mencita-citakan bersatu dengan Tuhan. Zikir dan ta'ammul kelaknya akan membawa dirinya bersatu dengan Tuhan dan dengan seluruh yang ada (Alkaun). Karena pada hakikatnya semua itu adalah SATU.
Mazhab Patenggel adalah satu mazhab sufi yang amat mendalam. Tiangnya ialah chalawat dan bersuni diri. Tapa, samadi, zuhud dan tiap-tiap apa jua pun latihan jiwa, yang menyebabkan fana manusia, walaupun dari dirinya sendiri. Waktu itulah dia mencapai bahagia. Tak ada di atasnya bahagia lagi. Ketentraman yang menjadi puncak segala ketentraman.
Kata Albairuni ; "Mazhab Patenggel inilah yang dipakai oleh kaum sufi tentang mencari AL-HAQQ". Dengan kata mereka : "Selama engkau masih memberi isyarat, tidaklah engkau Meng-Esakan, sebelum AL-HAQQ menguasai isyaratmu, dengan fananya diri engkau. Maka tidaklah tinggal lagi yang memberi isyarat, dan tidak pula isyarat itu sendiri. (Yang memberi isyarat dengan yang diisyaratkan telah menjadi satu). Dalam perkataan mereka (kaum sufi) didapat juga kata-kata tentang 'persatuan'. Sebagaimana eorang sufi ketika ditanya tentang AL-HAQQ itu : "Bagaimana saya akan dapat menjelaskan siapa DIA SAYA itu dengan SAYA, dan SAYA dengan DI MANA. Kalau saya kembali, dengan kembali itulah saya terpisah. Kalau saya lalai, dengan lalai itulah saya diringankan. Dan dengan BERSATU baru saya merasa tenteram."
Dan Abubakar Sjibli berkata pula : "Lepaskan segala-galanya, niscaya engkau sampai kepada kita dengan segala-galanya. Engkau ada tapi tidak ada. Perkabaran engkau dari kami : Perbuatan engkau perbuatan kami."
Dan sebagai Abu Yazid Bustami ketika ditanyai orang : "Dengan apa engkau capai apa yang telah engkau capai?" Dia menjawab : "Saya menyilih dari diri saya sendiri, seperti ular menyilih dari kulitnya. Kemudian itulah saya lihat zat saya sendiri. Maka ternyatalah bahwasanya SAYA ialah DIA." Demikianlah beberapa contoh-contoh perbandingan yang dikemukakan oleh Albairuni, tentang filsafat Yunani, Hikmat dan agama Hindu, ditambah lagi dengan Neo-Platonis, semuanya dibanding-bandingkannya dengan mazhab tasawuf Islam itu. Ditulisnya panjang lebar dalam buku itu. Banyak sarjana ketimuran (Orientalis) yang mengambil perbandingan-perbandingan yang dikemukakan oleh Albairuni ini untuk menetapkan pendirian bahwa sumber tasawuf Islam ialah agama Hindu. Atau terpengaruh olehnya. Di antara yang berpendapat demikian ialah 'Horten, Blochet, Masignon, Goldziher, Brown, O'leary' dan beberapa orang lain lagi.
Masignon berpendapat bahwa penyelidikan atas perkembangan-perkembangan yang membawa masuknya halakah-halakah (duduk mengelilingi guru untuk mendengar wejangan = upanishad, pen) zikir di dalam bermacam-macam tarikat sufi yang akhir-akhir, menunjukkan menjalarnya pengaruh tarikat-tarikat Hindu ke dalam tasawuf Islam.
Brown berkata : "Nyata sekali dalam beberapa hal persamaan mazhab tasawuf yang bermula dengan beberapa mazhab Hindu. Terutama ajaran Vedanta. Tetapi kata beliau, meskipun persamaan itu jelas, hanyalah mengenai kulit. Adapun isinya tetap beda.
Goldziher berpendapat bahwa hikyat Ibrahim bin Adham (Abraham? pen), yang dahulunya anak seorang raja di Bukhara, dan meninggalkan singasana, lalu memilih hidup zuhud adalah saduran dari hikayat Buddha. Tasbih itu, kata beliau, diambil dari agama Buddha.
O'leary berkata, bahwa tidaklah boleh diabaikan saja menilik bagaimana pengaruh Buddhisme dalam tasawuf Islam. Sebab ajaran Buddha memang telah tersiar di negeri Persia dan dibelakang sungai Dadjilah-Furat di zaman jahiliah. Di Balach sebelah Churasan terdapat ma'bab-ma'bab agama Buddha. Tetapi beliau kemudian mengatakan bahwa pengaruh itu tidak sampai begitu besar hingga mengenai isinya. Perserupaan ajaran Nirwana Buddha dengan Fana tasawuf, hanya pada kulit.
Nirwana adalah ajaran yang menggambarkan bahwa jiwa manusia, hilang lenyap sendirinya dalam ketentraman yang mutlak, tidak terganggu oleh indra dan syahwat. Tetapi ajaran fana dalam tasawuf, meskipun juga meniadakan diri (hilangnya sang diri, annatta, annihiliation of the self, pen), namun dia memandang kepada kekekalan yang tetap, dan tetap ada dalam menyaksikan dan merasa lezat cita-cita keindahan Tuhan (jama'l-Ilahy). Akhirnya O'leary menyatakan bahwa memang ada perserupaan, tetapi bukan dengan Buddhisme, melainkan dengan ajaran KESATUAN SEMESTA, dari Weda-Weda.
Jalan yang sama (paralel) tentang KESATUAN SEMESTA di antara tasawuf Islam dengan ajaran Hindu inilah yang mendorongkan kebanyakan sarjana menyatakan bahwa tasawuf Islam, tidak mungkin berasal dari Islam. Apatah lagi ajaran pantheisme (KESATUAN SEMESTA, bhs Arab : wihdat al wujud, pen) sangat bertentangan dengan pokok Islam, yaitu Tauhid. Dan Islam sangat menjelaskan perbedaan sifat Khalik dengan sifat Mahluk. Selain Allah, adalah alam semua. Dan tidak ada sesuatupun yang menyerupaiNya.

0 komentar:

PATNER

Blogs Directory

Followers